Rabu, 07 Juli 2010

skripsi bab iv

BAB IV
PEMBAHASAN DAN INTERPRETASI

4.1 Pengolahan data Seismik Pantul Dangkal
Hasil rekaman seismik pantul dangkal merupakan penampang waktu (Time Section) yang menggambarkan bidang-bidang pantul (reflektor) dari permukaan air laut hingga bawah dasar laut pada kedalaman tertentu. Hasil analisa laboratorium contoh batuan yang diambil dari dasar laut di perairan Pasuruan dan sekitarnya sangat berguna sekali untuk memperkirakan kecepatan rambat gelombang seismik (seismic Velocity) pada sekuen paling atas dalam satuan meter yang akan di tuangkan dalam peta kedalaman sequen (peta Isopah).
Panjang lintasan yang telah dilakukan untuk perekaman kondisi bawah dasar laut dengan metoda seismik pantul dangkal ini adalah sepanjang 150 kilometer dengan lintasan utama berarah utara- selatan hampir tegak lurus pantai Pasuruan. Dalam penelitian ini metoda seismik menggunakan pemancar energi Uniboom yang mempunyai resolusi tinggi dengan kemampuan identifikasi runtrunan-runtunan sedimen hingga sekitar 50 meter di bawah dasar laut. Semua posisi ditentukan menggunakan Sistem Satelit Navigasi Terpadu dengan perangkat Magelen M1000 / Garmin Survey II yang dilengkapi paket piranti lunak modifikasi PPGL sehingga didapatkan akurasi ketelitiam posisi kurang dari 20 meter. Akusisi atau pengambilan data di lapangan menggunakan peta kerja sekala 1 : 50.000
Perhitungan ketebalan sequen yaitu dengan mengalikan ketebalan sequen dalam satuan waktu (detik) dengan kecepatan rambat gelombang seismik yang diperkirakan dalam satuan meter perdetik (m/sec) Untuk perairan Jawa timur yang tidak memiliki variasi dalam jenis batuannya, maka asumsi kecepatan rambat sinyal akustik pada sedimen lumpur dan pasir (Unit IA) adalah 1600 m/sec, sekuen II(Unit IB) 1650 m/sec,sekuen III (unit IC) 1700 m/sec, dan sekuen IV(unit ID) 1750 m/sec.
Data-data yang perlu diketahui dalam perhitungan kedalaman dan ketebalan adalah :
a. Waktu tempuh gelombang pantul
b. penentuan skala vertical penampang seismik

a. Waktu tempuh gelombang pantul
Waktu tempuh gelombang pantul bolak-balik diperoleh dengan cara mengukur jarak vertikal tiap-tiap perlapisan dari hasil rekaman analog seismik. Tahap pertama adalah menarik batas-batas tiap lapisan. Setelah batas perlapisan diketahui maka diukur pula lebar satu sapuan ( Sweep). Seperti diketahui bahwa penampang seismik yang diperoleh waktu tempuh two way time-nya adalah 250 milidetik.
Dari rekaman seismik hasil yang diperoleh merupakan penampang waktu (Time Section). Penampang waktu tersebut menggambarkan waktu tempuh gelombang seismik bolak-balik. Untuk mendapatkan waktu tempuh gelombang bolak-balik, perlu diketahui waktu rata-rata picu (firing rate). Sebagai contoh pada rekaman digunakan firing rate ¼ detik / Sweep. Dengan mengukur jarak vertikal (secara grafis) masing-masing perlapisan, maka waktu tempuh dari permukaan laut hingga batas-batsa perlapisan (bidang pantul) dapat diketahui.
Berikut ini akan diberikan cara menentukan waktu tempuh gelombang seismik bolak-balik pada lintasan
1 sweep = 0,25 detik = 250 mili detik
1 sweep terdiri dari 10 kolom dimana tiap kolom 33 mm. Oleh karena itu lebar 10 kolom = 330 mm (telah diproses)
Dengan mengukur dari permukaan laut hingga mencapai dasar laut, misalkan didapat = 5 mm
Waktu tempuh gelombang bolak-balik (TWT) dari permukaan hingga dasar laut adalah 250 milidetik/330mm x 5 mm = 3,78 mili detik.
b. Penentuan skala vertikal penampang seismik
Panjang garis seismik section adalah 250 mili detik (TWT) , karena waktu tempuh gelombang bolak-balik TWT (Two Way Time) sehingga waktu tempuh itu dibagi dua yaitu 250/2 = 125 mili detik
karena ada 10 kolom maka125/10 = 12,5 milidetik
dengan perbandingan dari panjang tiap marking dan semua kolom, maka 12,5/250 = 0,05 mili detik
karena cepat rambat gelombang seismik dalam air adalah 1500 meter / detik, maka
12,5/250 x 1500 = 75 meter
dengan Sweep rate ¼ detik / Sweep maka 12,5/250 x 1500 x 0,25 = 18,75 meter
karena sapuan ¼ detik / Sweep pada setiap ½ detik ledakan, maka (12,5/250 x 1500 x 0,25)x 2 = 37,5 meter. Sehingga Skala vertikal untuk kedalaman air adalah 37,5 m pada penampang seismik
Karena dibagi menjadi 3 kolom maka tiap kolom 12,5 meter. Dengan perbandingan (33/ 330 x 1500 x 0,25)/3 = 12,5
Penentuan kedalaman air dapat juga dikoreksi terhadap MSL (Mean Sea Level) dari pengamatan pasang surut laut.
Untuk menentukan skala vertikal ketebalan sedimen, maka asumsi kecepatan rambat sinyal akustik diambil 1600 meter / detik.
Sehingga dengan cara yang sama, (12,5/250 x 1600 x 0,25)x 2 = 40 meter. Atau (33/330 x 1600 x 0,25)/3 = 13,3 meter. Seperti tertera pada tabel 4.1



































4.1 Kedalaman Dasar Laut
Amplitudo rekaman pada hasil rekaman pemeruman umumnya tidak sama, hal ini dipengaruhi oleh sifat fisik batuan sedimen kepadatan pada permukaan dasar laut.
Rekaman hasil pemeruman (Echo Sounder) yang diperoleh umumnya memperlihatkan pola reflektor yang relatif halus sampai kasar pada permukaan dasar laut. Kondisi ini menunjukan bahwa sedimen permukaan dasar laut relatif berbutir halus, sedang hingga kasar. Morfologi dasar laut daerah penyelidikan relatif landai dengan kedalaman berkisar antara 2 hingga 25 meter. Kedalaman laut bertambah ke arah bagian timur laut dan mendangkal ke arah bagian barat dan barat daya. Pola garis kontur tersebut cenderung berarah barat laut-tenggara mengikuiti progradasi lengkungan daratan Pasuruan dan sekitarnya. Bentuk dasar laut demikian merupakan mekanisme dari lingkungan pengendapan sedimen di kawasan tersebut yang umumnya lebih dipengaruhi oleh gerak arus sungai di sekitarnya. Khusus di kawasan bagian barat dari Lekok komponen dari parameter oseanografi baik gelombang maupun arus pasang-surut sejajar pantai, hampir tidak berperan dalam sistem dinamika proses pantai baik proses erosi maupun pengendapan sedimen di kawasan tersebut. Sedangkan di bagian timurnya komponen arus terutama arus sejajar pantai sedikit berperan terhadap penyebaran sedimen baik yang berasal dari muara sungai maupun dari tebing pantai di kawasan tersebut, sehingga bentuk pantai di sektor tersebut relatif terjal. Oleh karena daerah penelitian ini termasuk dalam kategori perairan semi tertutup maka energi gelombang relatif kurang mempengaruhi lingkungan pantai di bagian barat Pasuruan. Jika dikaitkan dengan kegiatan pekerjaan lepas pantai maka kondisi morfologi pantai demikian sangat menguntungkan bagi pekerjaan eksploitasi sumber daya dan dilepas pantai.
Hal ini ditunjang oleh kedalaman perairan relatif dangkal dan mencakup wilayah yang cukup luas, sehingga efek samping akibat dari eksploitasi tersebut tidak berpengaruh terhadap lingkungan di sekitarnya. Akan tetapi bila terjadi pembuangan limbah industri dan limbah organik/sampah di kawasan perairan maka aliran sampah dan limbah industri tersebut sangat sulit diantisipasi pergerakannya.
































Gambar 4.2 Hasil Pemeruman

4.3 Penafsiran Rekaman Seismik
Dari hasil rekaman seismik terlihat bahwa runtunan (sekuen) 1 yang terdiri dari subruntunan (subsekuen) unit 1A, 1B, 1C dan 1D merupakan runtunan Kuarter Muda (Holosen), Sedangkan runtunan 2 adalah runtunan Kuarter Tua (Plistosen Tengah). runtunan 1 umumnya mempunyai mempunyai kontak ketidak selarasan menyudut onlap dengan runtunan 2 terutama pada zona paras pantai. Subsequen unit 1A dicirikan oleh pola refleksi pararel hingga sub pararel, dengan amplitudo reflektor sedang hingga kuat. Dibawahnya adalah subruntunan unit 1B yang mempunyai amplitudo refleksi sedang hingga bebas refleksi terutama ke arah lepas pantai. Sedangkan subruntunan unit 1C dan 1D umumnya mempunyai amplitudo refleksi rendah hingga sedang terutama pada lintasan dekat muara-muara sungai, akan tetapi di beberapa tempat mempunyai pola bebas refleksi. Subruntunan unit 1D umumnya terbentuk pada zona dekat muara-muara sungai seperti yang terpantau pada lintasan L-33, L-35, dan L-37, sedangkan pada lintasan lain, subruntunan unit 1 D tersebut tidak terpantau. Kondisi ini memperlihatkan bahwa pada zona tersebut terjadi siklus sedimentasi dari sedimen yang berasal dari sungai seperti dijumpai dekat zona muara sungai Pasuruan dan Porong. runtunan 2 dicirikan oleh pola refleksi subpararel hingga Chaotic dengan amplitudo refleksi sedang hingga kuat. Batas runtunan 1 dan runtunan 2 umumnya terpantau di seluruh lintasan dengan perbedaan pola refleksi yang cukup kontras dan umumnya dibatasi oleh karakter refleksi erosional. Sedimen yang mengandung gas (gas charged sediment) dapat terpantau pada lintasan L-1, L-3, L-5, L-7, L-9, L-27, L-29, L-31, L-37.
Penafsiran rekaman seismik dari daerah penelitian secara umum dapat dibedakan menjadi dua runtunan utama yaitu runtunan 1 dan runtunan 2 yang dapat dipisahkan oleh suatu bidang erosi dengan bentuk kontak ketidak selarasan menyudut. Perbedaan kedua runtunan tersebut juga berdasarkan pola refleksi yang cukup kontras. Runtunan 1 sebagai runtunan yang lebih muda dicirikan oleh karakter refleksi parallel , amplitudo refleksi rendah hingga bebas refleksi dengan energi lingkungan pengendapan ditafsirkan relatif rendah; runtunan 1 ini dapat dibeda-bedakan lagi menjadi subruntunan. Secara keseluruhan runtunan 1 ditafsirkan sebagai endapan marin berumur Holosen yang bersifat lepas dan masih terus mengalami proses pengendapan hingga sekarang.
Runtunan 2 memiliki karakter refleksi sub-parallel, chaotic, amplitudo refleksi sedang hingga kuat dan energi lingkungan pengendapan ditafsirkan relatif sedang hingga kuat. Sedangkan kesebandingan dengan data bor dan stratigrafi regional runtunan 2 ditafsirkan sebagai endapan volkanik dari Tuf Robano, formasi Jombang dan formasi Kabuh yang berumur Plistosen Tengah atau Kuarter bawah.
Pengamatan gas biogenik pada rekaman seismik tersebut (lampiran penampang seismik) dan sebaran sedimen mengandung gas pada peta (lampiran peta) menunjukkan bahwa distribusi gas biogenik terdapat pada bagian timur dengan sebaran terluas dan pada dua lokasi di bagian barat. Gas tersebut umumnya terkonsentrasi di dekat pantai dan di sekitar muara-muara sungai. Gas dalam bentuk rembesan dalam sedimen ini terekam sampai permukaan (unit1A) terutama pada lintasan 3, 5 dan 31, sehingga pola reflektornya sebagian mengisi sedimen runtunan 1 antara 8 hingga 36 meter yang menebal ke arah pantai dan menipis ke arah lepas pantai. Ketebalan runtunan 1 ini juga secara umum menebal ke arah timur daripada yang ke arah barat
Kenampakan sedimen mengandung gas dalam rekaman seismik adalah berupa penampang-penampang seismik dengan kolom atau ruang bebas-refleksi (Qilun, 1995). Hal ini akibat gas metan selalu terjadi sebagai gelembung (bubble state) dalam lapisan –lapisan sedimen dan gelembung-gelembung tersebut memiliki kemampuan tinggi untuk membelokkan atau mengabsorbsi energi akustik. Penampang seismik stratigrafi dangkal tersebut tidak dapat lagi menerima pantulan (echo) dari gelombang suara jika kandungan gas, kerapatan gelembung (bubble density) dan ketebalan lapisan yang mengandung gas sudah demikian rupa sehingga muncul bentuk-bentuk kolom atau ruang bebas refleksi tersebut.
Proses pengendapan sedimen mengandung gas ini relatif dipengaruhi oleh arus dari muara-muara sungai sekitarnya, sedangkan aspek oseanografi yang berpengaruh di kawasan tersebut relatif kecil terutama pengaruh gelombang dan arus. Kondisi tersebut menjadikan profil pantai di kawasan penelitian ini hampir datar atau mempunyai dataran pasang-surut (tidal-flat) dengan perbedaan jarak horisontal ke garis surut maksimum kurang lebih 1,5 kilometer. Di daerah ini perbedaan elevasi antara pasang dan surut maksimum kurang lebih 2,5 meter.( D.Ilahude dkk,PPGL 1999)

4.4 Potensi Terukur Gas Dalam Sedimen di Perairan Pasuruan
Potensi terukur gas dalam sedimen di Perairan Pasuruan ini merupakan perkiraan perhitungan secara kasar berdasarkan luas area sebarannya dan keterdapatannya secara vertikal dalam sedimen runtunan 1. Secara lateral gas dalam sedimen tersebar pada tiga area dengan luas area 1 sebesar 1,37 km , luas area 2 sebesar 4,56 km dan luas area 3 sebesar 13,69 km . Sebaran vertikal pada area 1 setebal sekitar 10 m, pada area 2 sekitar 10 m dan pada area 3 sekitar 8 meter. Sehingga perkiraan potensi terukur gas dalam sedimen pada area 1 sebesar 13.700.000 m , pada area 2 sebesar 45.600.000 m dan area 3 sebesar 109.520.000 m . Total perkiraan potensi terukur gas dalam sedimen di Perairan Pasuruan adalah sebesar 168.820.000 m .
Jika mengacu pada Cina dengan tingkat produksi 3000 m per hari, dimana tingkat ini dapat memasok sekitar 300 kepala keluarga dan 9 industri pedesaan, maka pemanfaatan gas dalam sedimen di wilayah ini diperkirakan baru akan habis 56273 hari atau 154 tahun.

4.5 Analisis Penampang Seismik berdasarkan Data Bor Lepas Pantai dan Geologi Regional
Berdasarkan penafsiran rekaman seismik tersebut di atas maka penampang seismik hasil penelitian secara umum terdiri dari dua runtunan utama yakni runtunan 1 dan runtunan 2. Runtunan 1 tersebut mengisi batas atas runtunan 2 dengan karakter refleksi pararel, amplitudo refleksi rendah hingga bebas refleksi dengan energi lingkungan pengendapan relatif rendah, runtunan sekuen 2 mempunyai karakter refleksi sub-pararel, chaotic, amplitudo refleksi sedang hingga kuat dengan energi lingkungan pengendapan relatif sedang hingga kuat. Secara umum sekuen 1 diinterpretasi sebagai sedimen berbutir halus, sedang hingga kasar, bervariasi (mud, silt, sandy silt, silty sand, fine sand). Sedangkan sekuen 2 diinterpretasi sebagai sedimen berbutir sedang hingga kasar, bervariasi (silty sand, medium sand, coarse sand). Bila di sebandingkan dengan data bor (BH) di daerah Lekok dan dari stratigrafi regional, maka runtunan 1 (Holosen) merupakan endapan aluvium yang tersusun dari endapan sungai dan endapan pantai yang sebagian besar berupa pasir halus-kasar dan lepas (Sukardi, 1984). Sedangkan runtunan 2 (Tengah) diduga merupakan bagian dari endapan material yang berasal dari Tuf Robano, Formasi jombang dan Formasi Kabuh (Santosa dan Suwarti, 1992). Struktur geologi berupa sesar dan antiklin di daerah Selat Madura ini tidak teridentifikasi dalam rekaman seismik tersebut. Disamping itu di beberapa lintasan yang teridentifikasi gas charged sediment mengisi sedimen runtunan 2 dan menerobos lapisan subruntunan unit 1A bagian atas. Gas tersebut umumnya terkonsentrasi pada daerah dekat pantai dan di muara-muara sungai seperti yang terpantau pada lintasan L-1, L-3, L-5, L-7, L-9, L-27, L-29, L-31, L-37. Rembesan gas ini terekam sampai ke permukaan (subruntunan unit 1A) terutama pada lintasan L-3, L-5, L-31, sehingga pola reflektornya sebagian mengisi sedimen sekuen 1 dan sulit mencari jejak batas lapisan sedimen. Hasil analisis penampang seismik menunjukkan bahwa ketebalan sedimen sekuen 1 antara 8 hingga 36 meter menebal ke arah pantai dan kemudian menipis ke arah lepas pantai. Secara umum ketebalan sedimen runtunan 1 cenderung menebal ke arah bagian timur daerah telitian atau di sekitar daerah Lekok. Di bagian barat daearah penelitian teridentifikasi endapan subruntunan unit 1A cukup tebal daripada subruntunan unit 1A di daerah bagian timur. Hal ini disebabkan oleh banyaknya pasokan sedimen asal darat (lumpur) yang diendapkan di muka muara-muara sungai yang menyebabkan terjadinya pendangkalan sepanjang tahun di kawasan bagian barat tersebut.

Tidak ada komentar: