Kamis, 08 Juli 2010

skripsi bab v

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penafsiran seismik dan analisis dari keseluruhan data yang diperoleh, maka hasil penelitian cadangan gas biogenik di daerah Perairan Pasuruan dan sekitarnya dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Morfologi dasar laut daerah penelitian relatif landai dengan kedalaman laut berkisar antara 2 hingga 25 meter. Kedalaman laut bertambah ke arah bagian timur laut dan mendangkal ke arah bagian barat dan barat daya.
b. Data bor menunjukkan bahwa sedimen yang dijumpai umumnya berupa pasir dengan warna gelap (coklat – hitam kecoklatan), berukuran halus – sedang dengan pemilahan sedang, membundar baik-sedang. Material penyusun umumnya material volkanik dan cangkang fauna. Berdasarkan analisis besar butir yang dilakukan terhadap contoh dari kedalaman 1 – 19 meter, kandungan pasir berkisar antara 77,5% -100%. Kandungan pasir 100% dijumpai pada kedalaman 2,5 –3 m; 3,5 – 4m; 9,5 – 10m; 14 –15m; 15,5 – 16 m dan 17,5 –18 m.
c. Secara umum runtunan 1 diinterpretasi sebagai sedimen berbutir halus, sedang hinmggakasar, bervariasi (mud, silt, sandy silt, silty sand, fine sand) sedangkan runtunan 2 diinterpretasi sebagai sedimen berbutir sedang hingga kasar, bervariasi (silty sand, medium sand, coarse sand), dan pada umumnya pola pantulan gas biogenik menempati zona runtunan ini.
d. Lapisan atas unit 1A diduga merupakan endapan darat (lumpur) yang tersebar luas di bagian barat daerah telitian, terutama dekat muara-muara sungai.
e. Data penampang lubang bor BH di daerah Lekok menunjukkan bahwa hasil analisis contoh batuan tersebut terdiri dari sedimen berbutir halus hingga sedang (silty sand, fine sand) yang diselingi oleh sedimen butiran sedang hingga kasar/kerikil (sand, coarse sand). Material penyusunnya umumnya material volkanik dan cangkang fauna yang marupakan aluvium yang terdiri atas endapan sungai dan endapan pantai.
f. Perkiraan perhitungan secara kasar bahwa potensi terukur gas dalam sedimen di perairan Pasuruan pada sedimen runtunan 1 adalah sebesar 168.820.000 m .
5.2 Saran
Dengan ditemukannya rembesan gas charged sediment yang menerobos subruntunan unit 1A maka disarankan untuk mewaspadai kondisi tersebut pada saat akan melakukan kegiatan lepas pantai.
Keberadaan gas dalam sedimen dapat pula dimanfaatkan sebagai sumberdaya energi alternatif dan karena sebarannya pada laut dangkal seperti di Perairan Pasuruan ini; maka potensi sumberdaya energi bawah laut ini dapat langsung dimanfaatkan bagi masyarakat pesisir.
Kekurangan dari metoda seismik pantul saluran tunggal (single channel) adalah kesulitan dalam mengidentifikasi gelombang-gelombang yang diterima oleh hydrophone. Untuk itu disarankan :
1. Suatu pemrosesan data harus memperhatikan pola refleksi berulang (multiple) guna menghindari kesalahan interpretasi
2. Semaksimal mungkin hindari keadaan yang mengakibatkan timbulnya noise pada data rekaman, seperti ombak besar, angin dan gangguan kapal.
3. Untuk mendapatkan hasil interpretasi yang lebih tepat, sebaiknya dilakukan metoda pengukuran yang lebih baik seperti contohnya VSP (Vertical Seismic Profiling), yaitu alat pengukur yang mentransfer data geologi ke data geofisika. Sebaiknya dipasang sejenis unit penerima signal dalam dinding sumur bor untuk memberikan informasi penting dalam interpretasi seismik stratigrafi berupa
a. VSP sebagai unit mengkalibrasi signal seismik dengan maksud mendata tatanan geologi yang ada pada kedalaman tertentu.
b.VSP memberikan informasi tambahan dan pengembangan interpretasi struktur Geologi bawah permukaan dekat sumur VSP.

Rabu, 07 Juli 2010

skripsi bab iv

BAB IV
PEMBAHASAN DAN INTERPRETASI

4.1 Pengolahan data Seismik Pantul Dangkal
Hasil rekaman seismik pantul dangkal merupakan penampang waktu (Time Section) yang menggambarkan bidang-bidang pantul (reflektor) dari permukaan air laut hingga bawah dasar laut pada kedalaman tertentu. Hasil analisa laboratorium contoh batuan yang diambil dari dasar laut di perairan Pasuruan dan sekitarnya sangat berguna sekali untuk memperkirakan kecepatan rambat gelombang seismik (seismic Velocity) pada sekuen paling atas dalam satuan meter yang akan di tuangkan dalam peta kedalaman sequen (peta Isopah).
Panjang lintasan yang telah dilakukan untuk perekaman kondisi bawah dasar laut dengan metoda seismik pantul dangkal ini adalah sepanjang 150 kilometer dengan lintasan utama berarah utara- selatan hampir tegak lurus pantai Pasuruan. Dalam penelitian ini metoda seismik menggunakan pemancar energi Uniboom yang mempunyai resolusi tinggi dengan kemampuan identifikasi runtrunan-runtunan sedimen hingga sekitar 50 meter di bawah dasar laut. Semua posisi ditentukan menggunakan Sistem Satelit Navigasi Terpadu dengan perangkat Magelen M1000 / Garmin Survey II yang dilengkapi paket piranti lunak modifikasi PPGL sehingga didapatkan akurasi ketelitiam posisi kurang dari 20 meter. Akusisi atau pengambilan data di lapangan menggunakan peta kerja sekala 1 : 50.000
Perhitungan ketebalan sequen yaitu dengan mengalikan ketebalan sequen dalam satuan waktu (detik) dengan kecepatan rambat gelombang seismik yang diperkirakan dalam satuan meter perdetik (m/sec) Untuk perairan Jawa timur yang tidak memiliki variasi dalam jenis batuannya, maka asumsi kecepatan rambat sinyal akustik pada sedimen lumpur dan pasir (Unit IA) adalah 1600 m/sec, sekuen II(Unit IB) 1650 m/sec,sekuen III (unit IC) 1700 m/sec, dan sekuen IV(unit ID) 1750 m/sec.
Data-data yang perlu diketahui dalam perhitungan kedalaman dan ketebalan adalah :
a. Waktu tempuh gelombang pantul
b. penentuan skala vertical penampang seismik

a. Waktu tempuh gelombang pantul
Waktu tempuh gelombang pantul bolak-balik diperoleh dengan cara mengukur jarak vertikal tiap-tiap perlapisan dari hasil rekaman analog seismik. Tahap pertama adalah menarik batas-batas tiap lapisan. Setelah batas perlapisan diketahui maka diukur pula lebar satu sapuan ( Sweep). Seperti diketahui bahwa penampang seismik yang diperoleh waktu tempuh two way time-nya adalah 250 milidetik.
Dari rekaman seismik hasil yang diperoleh merupakan penampang waktu (Time Section). Penampang waktu tersebut menggambarkan waktu tempuh gelombang seismik bolak-balik. Untuk mendapatkan waktu tempuh gelombang bolak-balik, perlu diketahui waktu rata-rata picu (firing rate). Sebagai contoh pada rekaman digunakan firing rate ¼ detik / Sweep. Dengan mengukur jarak vertikal (secara grafis) masing-masing perlapisan, maka waktu tempuh dari permukaan laut hingga batas-batsa perlapisan (bidang pantul) dapat diketahui.
Berikut ini akan diberikan cara menentukan waktu tempuh gelombang seismik bolak-balik pada lintasan
1 sweep = 0,25 detik = 250 mili detik
1 sweep terdiri dari 10 kolom dimana tiap kolom 33 mm. Oleh karena itu lebar 10 kolom = 330 mm (telah diproses)
Dengan mengukur dari permukaan laut hingga mencapai dasar laut, misalkan didapat = 5 mm
Waktu tempuh gelombang bolak-balik (TWT) dari permukaan hingga dasar laut adalah 250 milidetik/330mm x 5 mm = 3,78 mili detik.
b. Penentuan skala vertikal penampang seismik
Panjang garis seismik section adalah 250 mili detik (TWT) , karena waktu tempuh gelombang bolak-balik TWT (Two Way Time) sehingga waktu tempuh itu dibagi dua yaitu 250/2 = 125 mili detik
karena ada 10 kolom maka125/10 = 12,5 milidetik
dengan perbandingan dari panjang tiap marking dan semua kolom, maka 12,5/250 = 0,05 mili detik
karena cepat rambat gelombang seismik dalam air adalah 1500 meter / detik, maka
12,5/250 x 1500 = 75 meter
dengan Sweep rate ¼ detik / Sweep maka 12,5/250 x 1500 x 0,25 = 18,75 meter
karena sapuan ¼ detik / Sweep pada setiap ½ detik ledakan, maka (12,5/250 x 1500 x 0,25)x 2 = 37,5 meter. Sehingga Skala vertikal untuk kedalaman air adalah 37,5 m pada penampang seismik
Karena dibagi menjadi 3 kolom maka tiap kolom 12,5 meter. Dengan perbandingan (33/ 330 x 1500 x 0,25)/3 = 12,5
Penentuan kedalaman air dapat juga dikoreksi terhadap MSL (Mean Sea Level) dari pengamatan pasang surut laut.
Untuk menentukan skala vertikal ketebalan sedimen, maka asumsi kecepatan rambat sinyal akustik diambil 1600 meter / detik.
Sehingga dengan cara yang sama, (12,5/250 x 1600 x 0,25)x 2 = 40 meter. Atau (33/330 x 1600 x 0,25)/3 = 13,3 meter. Seperti tertera pada tabel 4.1



































4.1 Kedalaman Dasar Laut
Amplitudo rekaman pada hasil rekaman pemeruman umumnya tidak sama, hal ini dipengaruhi oleh sifat fisik batuan sedimen kepadatan pada permukaan dasar laut.
Rekaman hasil pemeruman (Echo Sounder) yang diperoleh umumnya memperlihatkan pola reflektor yang relatif halus sampai kasar pada permukaan dasar laut. Kondisi ini menunjukan bahwa sedimen permukaan dasar laut relatif berbutir halus, sedang hingga kasar. Morfologi dasar laut daerah penyelidikan relatif landai dengan kedalaman berkisar antara 2 hingga 25 meter. Kedalaman laut bertambah ke arah bagian timur laut dan mendangkal ke arah bagian barat dan barat daya. Pola garis kontur tersebut cenderung berarah barat laut-tenggara mengikuiti progradasi lengkungan daratan Pasuruan dan sekitarnya. Bentuk dasar laut demikian merupakan mekanisme dari lingkungan pengendapan sedimen di kawasan tersebut yang umumnya lebih dipengaruhi oleh gerak arus sungai di sekitarnya. Khusus di kawasan bagian barat dari Lekok komponen dari parameter oseanografi baik gelombang maupun arus pasang-surut sejajar pantai, hampir tidak berperan dalam sistem dinamika proses pantai baik proses erosi maupun pengendapan sedimen di kawasan tersebut. Sedangkan di bagian timurnya komponen arus terutama arus sejajar pantai sedikit berperan terhadap penyebaran sedimen baik yang berasal dari muara sungai maupun dari tebing pantai di kawasan tersebut, sehingga bentuk pantai di sektor tersebut relatif terjal. Oleh karena daerah penelitian ini termasuk dalam kategori perairan semi tertutup maka energi gelombang relatif kurang mempengaruhi lingkungan pantai di bagian barat Pasuruan. Jika dikaitkan dengan kegiatan pekerjaan lepas pantai maka kondisi morfologi pantai demikian sangat menguntungkan bagi pekerjaan eksploitasi sumber daya dan dilepas pantai.
Hal ini ditunjang oleh kedalaman perairan relatif dangkal dan mencakup wilayah yang cukup luas, sehingga efek samping akibat dari eksploitasi tersebut tidak berpengaruh terhadap lingkungan di sekitarnya. Akan tetapi bila terjadi pembuangan limbah industri dan limbah organik/sampah di kawasan perairan maka aliran sampah dan limbah industri tersebut sangat sulit diantisipasi pergerakannya.
































Gambar 4.2 Hasil Pemeruman

4.3 Penafsiran Rekaman Seismik
Dari hasil rekaman seismik terlihat bahwa runtunan (sekuen) 1 yang terdiri dari subruntunan (subsekuen) unit 1A, 1B, 1C dan 1D merupakan runtunan Kuarter Muda (Holosen), Sedangkan runtunan 2 adalah runtunan Kuarter Tua (Plistosen Tengah). runtunan 1 umumnya mempunyai mempunyai kontak ketidak selarasan menyudut onlap dengan runtunan 2 terutama pada zona paras pantai. Subsequen unit 1A dicirikan oleh pola refleksi pararel hingga sub pararel, dengan amplitudo reflektor sedang hingga kuat. Dibawahnya adalah subruntunan unit 1B yang mempunyai amplitudo refleksi sedang hingga bebas refleksi terutama ke arah lepas pantai. Sedangkan subruntunan unit 1C dan 1D umumnya mempunyai amplitudo refleksi rendah hingga sedang terutama pada lintasan dekat muara-muara sungai, akan tetapi di beberapa tempat mempunyai pola bebas refleksi. Subruntunan unit 1D umumnya terbentuk pada zona dekat muara-muara sungai seperti yang terpantau pada lintasan L-33, L-35, dan L-37, sedangkan pada lintasan lain, subruntunan unit 1 D tersebut tidak terpantau. Kondisi ini memperlihatkan bahwa pada zona tersebut terjadi siklus sedimentasi dari sedimen yang berasal dari sungai seperti dijumpai dekat zona muara sungai Pasuruan dan Porong. runtunan 2 dicirikan oleh pola refleksi subpararel hingga Chaotic dengan amplitudo refleksi sedang hingga kuat. Batas runtunan 1 dan runtunan 2 umumnya terpantau di seluruh lintasan dengan perbedaan pola refleksi yang cukup kontras dan umumnya dibatasi oleh karakter refleksi erosional. Sedimen yang mengandung gas (gas charged sediment) dapat terpantau pada lintasan L-1, L-3, L-5, L-7, L-9, L-27, L-29, L-31, L-37.
Penafsiran rekaman seismik dari daerah penelitian secara umum dapat dibedakan menjadi dua runtunan utama yaitu runtunan 1 dan runtunan 2 yang dapat dipisahkan oleh suatu bidang erosi dengan bentuk kontak ketidak selarasan menyudut. Perbedaan kedua runtunan tersebut juga berdasarkan pola refleksi yang cukup kontras. Runtunan 1 sebagai runtunan yang lebih muda dicirikan oleh karakter refleksi parallel , amplitudo refleksi rendah hingga bebas refleksi dengan energi lingkungan pengendapan ditafsirkan relatif rendah; runtunan 1 ini dapat dibeda-bedakan lagi menjadi subruntunan. Secara keseluruhan runtunan 1 ditafsirkan sebagai endapan marin berumur Holosen yang bersifat lepas dan masih terus mengalami proses pengendapan hingga sekarang.
Runtunan 2 memiliki karakter refleksi sub-parallel, chaotic, amplitudo refleksi sedang hingga kuat dan energi lingkungan pengendapan ditafsirkan relatif sedang hingga kuat. Sedangkan kesebandingan dengan data bor dan stratigrafi regional runtunan 2 ditafsirkan sebagai endapan volkanik dari Tuf Robano, formasi Jombang dan formasi Kabuh yang berumur Plistosen Tengah atau Kuarter bawah.
Pengamatan gas biogenik pada rekaman seismik tersebut (lampiran penampang seismik) dan sebaran sedimen mengandung gas pada peta (lampiran peta) menunjukkan bahwa distribusi gas biogenik terdapat pada bagian timur dengan sebaran terluas dan pada dua lokasi di bagian barat. Gas tersebut umumnya terkonsentrasi di dekat pantai dan di sekitar muara-muara sungai. Gas dalam bentuk rembesan dalam sedimen ini terekam sampai permukaan (unit1A) terutama pada lintasan 3, 5 dan 31, sehingga pola reflektornya sebagian mengisi sedimen runtunan 1 antara 8 hingga 36 meter yang menebal ke arah pantai dan menipis ke arah lepas pantai. Ketebalan runtunan 1 ini juga secara umum menebal ke arah timur daripada yang ke arah barat
Kenampakan sedimen mengandung gas dalam rekaman seismik adalah berupa penampang-penampang seismik dengan kolom atau ruang bebas-refleksi (Qilun, 1995). Hal ini akibat gas metan selalu terjadi sebagai gelembung (bubble state) dalam lapisan –lapisan sedimen dan gelembung-gelembung tersebut memiliki kemampuan tinggi untuk membelokkan atau mengabsorbsi energi akustik. Penampang seismik stratigrafi dangkal tersebut tidak dapat lagi menerima pantulan (echo) dari gelombang suara jika kandungan gas, kerapatan gelembung (bubble density) dan ketebalan lapisan yang mengandung gas sudah demikian rupa sehingga muncul bentuk-bentuk kolom atau ruang bebas refleksi tersebut.
Proses pengendapan sedimen mengandung gas ini relatif dipengaruhi oleh arus dari muara-muara sungai sekitarnya, sedangkan aspek oseanografi yang berpengaruh di kawasan tersebut relatif kecil terutama pengaruh gelombang dan arus. Kondisi tersebut menjadikan profil pantai di kawasan penelitian ini hampir datar atau mempunyai dataran pasang-surut (tidal-flat) dengan perbedaan jarak horisontal ke garis surut maksimum kurang lebih 1,5 kilometer. Di daerah ini perbedaan elevasi antara pasang dan surut maksimum kurang lebih 2,5 meter.( D.Ilahude dkk,PPGL 1999)

4.4 Potensi Terukur Gas Dalam Sedimen di Perairan Pasuruan
Potensi terukur gas dalam sedimen di Perairan Pasuruan ini merupakan perkiraan perhitungan secara kasar berdasarkan luas area sebarannya dan keterdapatannya secara vertikal dalam sedimen runtunan 1. Secara lateral gas dalam sedimen tersebar pada tiga area dengan luas area 1 sebesar 1,37 km , luas area 2 sebesar 4,56 km dan luas area 3 sebesar 13,69 km . Sebaran vertikal pada area 1 setebal sekitar 10 m, pada area 2 sekitar 10 m dan pada area 3 sekitar 8 meter. Sehingga perkiraan potensi terukur gas dalam sedimen pada area 1 sebesar 13.700.000 m , pada area 2 sebesar 45.600.000 m dan area 3 sebesar 109.520.000 m . Total perkiraan potensi terukur gas dalam sedimen di Perairan Pasuruan adalah sebesar 168.820.000 m .
Jika mengacu pada Cina dengan tingkat produksi 3000 m per hari, dimana tingkat ini dapat memasok sekitar 300 kepala keluarga dan 9 industri pedesaan, maka pemanfaatan gas dalam sedimen di wilayah ini diperkirakan baru akan habis 56273 hari atau 154 tahun.

4.5 Analisis Penampang Seismik berdasarkan Data Bor Lepas Pantai dan Geologi Regional
Berdasarkan penafsiran rekaman seismik tersebut di atas maka penampang seismik hasil penelitian secara umum terdiri dari dua runtunan utama yakni runtunan 1 dan runtunan 2. Runtunan 1 tersebut mengisi batas atas runtunan 2 dengan karakter refleksi pararel, amplitudo refleksi rendah hingga bebas refleksi dengan energi lingkungan pengendapan relatif rendah, runtunan sekuen 2 mempunyai karakter refleksi sub-pararel, chaotic, amplitudo refleksi sedang hingga kuat dengan energi lingkungan pengendapan relatif sedang hingga kuat. Secara umum sekuen 1 diinterpretasi sebagai sedimen berbutir halus, sedang hingga kasar, bervariasi (mud, silt, sandy silt, silty sand, fine sand). Sedangkan sekuen 2 diinterpretasi sebagai sedimen berbutir sedang hingga kasar, bervariasi (silty sand, medium sand, coarse sand). Bila di sebandingkan dengan data bor (BH) di daerah Lekok dan dari stratigrafi regional, maka runtunan 1 (Holosen) merupakan endapan aluvium yang tersusun dari endapan sungai dan endapan pantai yang sebagian besar berupa pasir halus-kasar dan lepas (Sukardi, 1984). Sedangkan runtunan 2 (Tengah) diduga merupakan bagian dari endapan material yang berasal dari Tuf Robano, Formasi jombang dan Formasi Kabuh (Santosa dan Suwarti, 1992). Struktur geologi berupa sesar dan antiklin di daerah Selat Madura ini tidak teridentifikasi dalam rekaman seismik tersebut. Disamping itu di beberapa lintasan yang teridentifikasi gas charged sediment mengisi sedimen runtunan 2 dan menerobos lapisan subruntunan unit 1A bagian atas. Gas tersebut umumnya terkonsentrasi pada daerah dekat pantai dan di muara-muara sungai seperti yang terpantau pada lintasan L-1, L-3, L-5, L-7, L-9, L-27, L-29, L-31, L-37. Rembesan gas ini terekam sampai ke permukaan (subruntunan unit 1A) terutama pada lintasan L-3, L-5, L-31, sehingga pola reflektornya sebagian mengisi sedimen sekuen 1 dan sulit mencari jejak batas lapisan sedimen. Hasil analisis penampang seismik menunjukkan bahwa ketebalan sedimen sekuen 1 antara 8 hingga 36 meter menebal ke arah pantai dan kemudian menipis ke arah lepas pantai. Secara umum ketebalan sedimen runtunan 1 cenderung menebal ke arah bagian timur daerah telitian atau di sekitar daerah Lekok. Di bagian barat daearah penelitian teridentifikasi endapan subruntunan unit 1A cukup tebal daripada subruntunan unit 1A di daerah bagian timur. Hal ini disebabkan oleh banyaknya pasokan sedimen asal darat (lumpur) yang diendapkan di muka muara-muara sungai yang menyebabkan terjadinya pendangkalan sepanjang tahun di kawasan bagian barat tersebut.

skripsi bab iii

BAB III
METODA PENELITIAN DAN HASIL

Untuk mendapatkan data geologi maupun geofisika telah diterapkan beberapa metoda pengumpulan data yaitu : seismik pantul dangkal saluran tunggal, pemeruman (pengukuran kedalaman laut)dan pengeboran lepas pantai. Data tersebut di plot dalam masing-masing peta dengan penentuan posisi menggunakan sistem navigasi GPS (Global Positioning System).

3.1 Seismik Pantul Dangkal Saluran Tunggal
Di Indonesia hingga saat ini survei seismik pantul dangkal jarang dilakukan karena :
a. Adanya kesan survei terlalu mahal untuk eksplorasi dangkal
b. Teknik pengambilan data lapangan yang tidak tepat sehingga hasil tidak memuaskan.
Syarat penting dari metoda seismik pantul dangkal adalah :
1. Kandungan frekuensi sinyal harus tinggi yaitu ¼  yang merambat lebih kecil dari tebal lapisan. Antara f dan  terdapat hubungan :
= kecepatan gelombang seismik sebagai karakteristik medium
Sebagai gambaran :
a. Energi seismik dengan f = 300 Hz , = 5 pada tanah tidak terkonsolidasi dan jenuh air
b. Untuk f = 100 Hz ,  = 15 m
2. Tahap identifikasi gelombang-gelombang merupakan syarat penting dalam pemrosesan data seismik pantul. Suatu gelombang yang terpantul oleh suatu lapisan akan secara konsisten tampak dalam rekaman-rekaman lapisan (shot gather).
Pemrosesan data akan berusaha memperjelas sinyal pantulan yang mungkin tampak samar dalam rekaman lapangan dan menekan noise yang mengganggu sinyal pantul.
Time (ms)

Distance(m) Ground Roll
Gelombang suara
Gelombang pantul
Ofset minimum
Gelombang data pertama
Gambar 3.1 Kurva Time-Distance yang menunjukkan penentuan Optimum Offset (M.untung dkk)

Metoda Ofset minimum dengan saluran tunggal (Single Channel) untuk pengambilan data di darat (onshore) hanya cocok jika panjang garis yang akan di survei tidak terlalu panjang. Untuk garis seismik yang panjang, maka metoda Single Channel tidak lagi sesuai karena akan memerlukan waktu yang lama dalam pemindahan geophone.
Karena Penelitian ini mengambil data di laut maka menggunakan metoda seismik dangkal saluran tunggal dengan sistem perekam analog.
Sistem peralatan yang digunakan sebagai berikut:
Unit pemancar energi :
-Uniboom EG&G 230
-Power suplly EG&G 232
-Genset 10 KVA Yanmar
-Trigger capacitor Bank RG&G 231
Unit Penerima : Hydrophone 21 elemen Benthos
Unit Penyaring : Band Pass Fillter Khronhite 3700, swell filter TSS 305
Unit Perekam Analog: Graphic recorder EPC seri 3200
Dengan energi suara 300 joule dan sapuan ¼ detik/sweep pada setiap ½ detik ledakan dengan ambang frekuensi antara 400-4000 Hz maka diharapkan akan memberikan informasi keadaan bawah permukaan dasar laut sampai kedalaman tertentu.
Dari hasil penelitian ini diperoleh panjang lintasan seismik kurang lebih 150 kilometer, yang terbagi dalam 37 lintasan tegak lurus dan sejajar pantai serta 2 lintasan cross line.













Foto 1. Model Perekam Analog (EPC seri 3200)

3.2 Metoda Pemeruman
Metoda ini bertujuan untuk menentukan kedalaman laut pada setiap lintasan survey dengan menggunakan sistem perekam analog dan digital echosounder dengan frekuensi 200 KHz. Sensor (transducer) alat ini ditempatkan di sisi kapal survey dengan posisi tenggelam (draft) 0,5 – 1 meter. Untuk mendapatkan kedalam air yang sebenarnya maka data yang diperoleh tersebut harus dikoreksi terhadap muka air rata-rata (mean sea level) dari hasil analisis data pasang surut.
Kedalaman laut yang terkoreksi kemudian di plot pada setiap titik dalam lintasan sehingga diperoleh tampilan peta batimetri daerah penelitian yang dapat memberikan informasi kedalaman laut serta keadaan morfologi dasar laut. Dari hasil penelitian ini telah diperoleh kedalaman laut daerah penelitian berkisar antara 2 hingga 24 meter.











Foto 2 Perekam kedalaman air model

3.3 Metoda Penentu Posisi
Dalam penelitian ini digunakan beberapa peralatan penentuan posisi sebagai berikut :
1 (satu) unit GPS Garmin 210 dan Magellan Nav 5000 Pro
1 (satu) unit Notebook Toshiba T-1850 C, 368 SX
1 (satu) unit EDM Sokkisha/Red 2L
2 (dua) unit Theodolit Nikon/NT-2D
Koordinat lokasi ditentukan menggunakan sistem satelit Navigasi Terpadu (`Integrated Satelite Navigation System`) dari data penginderaan satelit Magellan M1000/GARMIN survey II. Jejak lintasan kapal diperoleh dari pengolahan data digital posisi menggunakan paket program modifikasi PPGL. Dengan demikian kehilangan data akibat posisi orbit satelit, digantikan oleh asumsi gerak linier kapal pada haluan dan kecepatan kapal yang konstan, sedangkan titik lintasan di plot setiap selang 2 menit.



















Di dalam kapal

GPS perekam analog

Pemeruman
Power supply Unit
Trigger TCB Swell Filter TVG




Di Luar Kapal
Streamer
Boomer/sparker (Hydrophone)

Gambar 3.2 Diagram pengambilan data





3.4 Pemercontoh Jatuh Bebas
Pengambilan contoh sedimen dengan menggunakan pemercontoh jatuh bebas sebanyak 6 contoh dilakukan pada kedalaman lebih dari 5 meter. Pemercontoh jatuh bebas dilakukan untuk mengetahui ketebalan lumpur. Berdasarkan contoh yang diperoleh, diketahui tebal lumpur pada PSGC-01 adalah 0,5 meter, PSGC-02 = 0,24 meter, PSGC-03 = 0,1 meter, PSGC-04 = 0,64 meter, PSGC-05 = 0,1 meter dan PSGC-06 =0,6 meter. Sehingga kisaran ketebalan penutup tersebut adalah 0,1 – 0,64 meter.

3.5 Pemboran Dalam
Berdasarkan data Seismik, data bor tangan, dan pemercontoh jatuh bebas, endapan pasir banyak diperoleh di sebelah timur daerah penelitian, terutama sepanjang dari Lekok sampiau Mlaten. Mengingat hal diatas maka pemboran dilakukan di Parasgempol, Jatirejo dengan menggunakan mesin RK-210S, Core barrel 59 & 73 mm, casing berdiameter 73 mm dan total kedalaman mencapai 20 m, Mean Water Level rata-rata adalah 1,5 m.
Data bor menunjukan bahwa sedimen yang dijumpai umumnya berupa pasir dengan warna gelap (coklat-hitam kecoklatan), berukuran halus-sedang dengan pemilahan sedang, membundar baik-sedang. Material penyusun umumnya material volkanik dan cangkang fauna. Analisi besar butir dilakukan dari kedalaman 1 meter – 19 meter sebanyak 22 contoh, dengan interval 0,5 dan 1 meter tergantung dari perbedaan jenis pasir dan sifat fisiknya kandungan pasir dari contoh ini berkisar 77,5%-100%. Kandungan pasir 100% dijumpai kedalaman 2,5 – 3m; 3,5-4m; 9,5-100m; 14 – 15m; 15,5 – 16 m daN 17,5 – 18 M. Kandungan kerikil berkisar antara 1,1% - 21,1%, pada kedalaman sampai 2,5 meter banyak mengandung kerikil.
Berdasarkan kenampakan megakopis dan sebaran litologi darat kemungkinan sumber asal dari batuan hasil pemboran yang terdiri atas pasir sedikit kerikilan kelabu kehitaman, tersusun oleh pecahan cangkang fauna dan material vulkanik, merupakan aluvium endapan sungai dan endapan pantai. Sedangkan pasir berwarna coklat kehitaman dan berukuran butir pasir sedang halus serta mengandung material vulkanik kemungkinan berasal dari formasi Kabuh, formasi Jombang dan Tuf Rabano yang merupakan endapan darat.

3.6 Indikasi gas biogenik
Di bagian barat daerah telitian pembentukan delta di muara Kali Porong umumnya di dominasi oleh pasokan sedimen yang berasal dari darat berupa endapan pasir dan lumpur. Kondisi ini dapat terlihat dari morfologi delta yang luas menjorok jauh ke laut. Dengan adanya pembentukan delta yang jauh menjorok ke laut maka hal ini menunjukan bahwa debit sungai yang bermuatan lumpur dalam jumlah besar, menghasilkan akrasi yang besar pula. Berdasarkan pemantauan di lapangan serta dari beberapa data yang telah dikumpulkan maka penelitian ini lebih di fokuskan ke bagian barat Pasuruan (Kali Porong) mengingat banyaknya gas charged sedimen dalam lumpur.
Dari hasil penelitian ini diperoleh 6 contoh sedimen permukaan dengan menggunakan penginti jatuh bebas 5 (lima) dan data titik pemboran dalam.

3.7 Stratigrafi Regional
3.7.1 Tatanan Stratigrafi
Daerah penelitian secara stratigrafi tersusun oleh Formasi Kabuh, Formasi Jombang, Tuf Robano dan Aluvium. Formasi Kabuh(Qpk), diperkirakan berumur plistosen tengah, merupakan sedimen epiklastika bersisipan konglomerat dan berfosil foram. Formasi ini terendapkan dalam lingkungan laut hingga darat.

3.7.2 Batuan Sedimen
a. Formasi Kabuh
Formasi Kabuh tersusun oleh batupasir tufan, batulempung tufan, batupasir gampingan konglomerat, lempung dan tuf.
Batupasir tufan, kelabu muda-coklat, merah muda; berbutir sangat kasar – halus, membundar tanggung – menyudut tanggung; komponen dari pecahan batuan, felspar, amfibol, mineral mafik dan bijih; berstruktur silang-siur, tebal lapisan dari beberapa centimeter hingga beberapa meter.
Formasi Kabuh di sini termasuk runtunan batuan pada lajur Kendeng bagian timur, dan berfasies laut yang berangsur beralih ke arah fasies darat. Fasies daratnya terdiri dari batuan sedimen gunung api epiklastika. Fasies lautnya terdiri dari lempung berfosil dan batupasir gampingan, yang terletak pada bagian bawah formasi. Tebal formasi ini diperkirakan antara 150 m dan 300 m. Formasi Kabuh, setempat diduga tertindih selaras oleh Formasi Jombang dan tak selaras oleh Batuan Gunungapi Kuarter. Sebaran litologi tidak terlalu luas.
b. Formasi Jombang
Formasi Jombang tersusun oleh breksi, batupasir tufan, batulempung tufan, lempung batugamping dan tuf dan umur Formasi ini diperkirakan Plistosen Tengah.
c. Tuf Rabano
Tuf Rabano tersusun oleh tuf pasiran, tuf batuapung, breksi tuf dan tuf halus. Tuf pasiran, kuning keruh hingga coklat muda; berbutir pasir kasar hingga halus, setempat terdapat pecahan batuan berukuran kerakal yang tersebar tak merata; berkomponen mineral terang, andesit, kaca dan pasir gunungapi; kurang mampat, gembur, tebal lapisan beberapa meter.

















































Gambar 3.3 Stratigrafi daerah Pasuruan (Santosa dan Suwarti,1992)

Senin, 05 Juli 2010

skripsi bab II

BAB II
TEORI DASAR

2.1 Pengertian Dasar
2.1.1 Hukum Snellius
Penjalaran gelombang seismik dalam medium (bumi), selalu mengikuti kaidah-kaidah atau hukum-hukum fisika yang berlaku. Dalam hal ini kita beranggapan bahwa bumi itu homogen, isotropis, elastik sempurna, sehingga gelombang seismik akan merambat dengan kecepatan konstan sepanjang lintasan garis lurus yang dinamakan gelombang seismik
Cepat rambat dalam lapisan batuan akan mengakibatkan adanya perubahan arah rambat gelombang seismik pada saat energi gelombang seismik melintasi bidang batas (surface) atas perlapisan. Pada gambar 2.1.1 memperlihatkan penurunan hukum yang mengatur besarnya perubahan arah rambat yang terjadi.
D
X
V2 h2
Pa I2 Pb Pc

h1

Gambar 2.1.1 Ilustrasi penurunan hukum snellius dalam kasus perambatan gelombang seismik (Howell,1959)
Energi gelombang seismik akan menjalar secara radial dari Q1 (didalam medium 1 dengan kecepatan V1) menuju ke Q2 (di dalam medium 2 dengan kecepatan V2) setelah melewati titik Pa, Pb, Pc,… pada bidang batas kedua medium. Berdasarkan prinsip fermat, gelombang seismik hanya akan menempuh lintasan yang memiliki waktu tempuh (T) terpendek. Secara matematis, hal ini dapat dijabarkan sebagai berikut :


…….(2.1.1a)

Untuk T minimum berlaku persamaan:
…(2.1.1b)
dimana

dan

sehingga persamaan (2.1b) ekivalen dengan
………………………………(2.1.1c)
Dalam bentuk yang lebih umum, persamaan (2.1.1c) dapat dituliskan sebagai berikut :
………(2.1.1d)
Persamaan di atas berlaku untuk satu berkas gelombang seismik. Persamaan (2.1d) dikenal sebagai Hukum Snellius yang berlaku untuk pantulan maupun biasan gelombang seismik.
Bunyi hukum Snellius :
1. Sinar yang datang pada bidang batas dua medium maka akan sebahagian dari sinar itu akan dipantulkan dan sebahagian lagi akan dibiaskan.
2. Sudut sinar datang sama dengan sudut sinar pantul.

2.1.2 Prinsip Christian Huygens
Prinsip Huygens adalah setiap titik yang dilalui muka gelombang akan menjadi sumber gelombang baru


Sumber arah gelombang

Front gel sekunder

Gambar 2.1.2 Prinsip Huygens


Macam- macam perambatan gelombang dari bentuk geometris ‘SINAR” nya.
1. Gelombang datar jika sinar-sinarnya sejajar.
2. Gelombang bola (sferis) jika sinar-sinarnya radial keluar dan front gelombangnya berbentuk bola.
3. Gelombang sylendris jika sinar-sinarnya radial dalam arah dua dimensi dan front gelombangnya berbentuk sylendris (jika sumbernya terletak pada satu garis lurus).

2.2 Pembagian Energi pada Bidang Batas
Gelombang Seismik yang menumbuk bidang batas antara dua perlapisan batuan yang berbeda sifat elastiknya, sebagian energinya akan dipantulkan dan sebagian lagi akan diteruskan (lihat gambar 2.2).
A , A ,A , melambangkan amplitudo- amplitudo gelombang datang, gelombang pantul, gelombang bias sedangkan dan melambangkan amplitudo gelombang bias, sudut pantul, sudut bias gelombang S.
A B A



B A
Gambar 2.2 Pembagian energi gelombang P pada bidang batas (Telford,1976)

Menurut hukum Snellius :
…………(2.2)
Dengan  dan  melambangkan kecepatan untuk gelombang P dan gelombang S. Persamaan yang menghubungkan amplitudo-amplitudo gelombang ini di berikan oleh Zoeppritz (1919) dalam bentuk empat macam persamaan :
……….(2.2a)

………(2.2b)

…..(2.2c)
..(2.2d)
dengan  = , , ,
dimana I = 1,2

Hasil kali densitas dan kecepatan (besaran dan ) dinamakan impedansi akustik.
Bila sudut datang  = 0 , maka , sehingga persamaan (2.2) berubah menjadi :

………(2.2e)
Pemecahan persamaan ini menghasilkan
………………(2.2f)
……………….(2.2g)
Persamaan (2.2f) dan (2.2g) disebut sebagai koefisien pantulan (R) dan koefisien Transmisi (T). Berdasarkan besarnya energi gelombang datang yang dipantulkan dan diteruskan, koefisien pantulan dan koefisien transmisi dapat dituliskan sebagai berikut:


R+T=1
Dengan = frekuensi sudut gelombang
=
Besaran  dinamakan kontras impedansi
Secara teoritis, bila nilai R = 0, semua energi gelombang yang datang akan diteruskan. Sebaliknya, bila R=1, maka semua energi gelombang seismik yang datang akan dipantulkan. Dalam kenyataannya, harga R dalam Range –0,5 sampai +0,5.

2.3 Geometri Pantulan Gelombang Seismik
Interpretasi data yang tepat menuntut informasi yang akurat mengenai data kecepatan pada setiap detik sepanjang bidang perlapisan. Untuk penyederhanaan, diasumsikan kecepatan gelombang seismik dalam satu lapisan dianggap konstan. Persamaan yang menggambarkan hubungan antara waktu tempuh pergi pulang (two way travel time) suatu gelombang seismik yang besarnya kecepatan gelombang pada suatu medium yang dilaluinya bergantung pada bentuk geometri lapisan bidang pemantulnya. Berikut adalah penurunan rumus untuk persamaan waktu tempuh gelombang seismik untuk lapisan pemantul datar dan lapisan miring.

2.3.1 Bidang Pantul Datar
Gambar 2.3.1 memperlihatkan geometri pantul oleh bidang batas struktur dua lapis. Bidang pantul AB terletak pada kedalaman h dibawah titik tembak S. Energi yang menjalar dari S sepanjang SC akan dipantulkan dengan sudut pantul yang besarnya sama dengan sudut datang gelombang (sebesar ). Dengan membuat titik bayangan I di bawah S yang berjarak sama terhadap AB, diperoleh SC=CI sehingga waktu yang ditempuh gelombang sepanjang lintasan SCR akan sama dengan waktu yang ditempuh sepanjang IR. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut :
………………..(2.3.1a)
atau
…………………(2.3.1b)
Dimana t = waktu penjalaran gelombang pantul dari source ke receiver.
V= kecepatan perata gelombang seismik
X= jarak antara sumber (S) dan penerima (R ).
h = kedalaman reflektor



N t t M

x

R` S x R

 h D
A  B
C


I

Gambar 2.3.1 Geometri perambatan gelombang untuk bidang pantul horizontal (Telford,1976).
Persamaan (2.3.1b) merupakan hiperbola. Detektor R juga akan merekam gelombang langsung yang menjalar sepanjang lintasan SR dengan waktu tempuh (persamaan linear).
Lokasi bidang pantul ditentukan dengan mengukur (waktu jalar untuk detektor R berada di titik tembak S,X=0).
Diperoleh :

persamaan (2.3.1a) dapat dituliskan:

Pengeplotan terhadap akan diperoleh kurva garis lurus dengan slope sebesar . Bentuk ini merupakan dasar untuk menentukan harga V.
atau dapat dituliskan :


Untuk mendapatkan t, karena 2h >> x, dapat digunakan ekspansi binomial sebagai berikut :


Karena x << Vt , maka suku ketiga dapat diabaikan sehingga


2.3.2 Bidang Pantul Miring
Pada kenyataannya di alam, lapisan bawah permukaan bumi tidak selamanya datar, akan tetapi sering merupakan perlapisan yang miring dengan sudut kemiringan yang bervariasi. Suatu gelombang yang jatuh di atas permukaan lapisan miring akan tetap mengikuti hukum snellius. Hanya saja tentunya geometri penjalaran gelombangnya tidak seperti pada lapisan mendatar (gambar 2.3.2). Pada gambar ini, hukum cosinus untuk segitiga SIH:

.....................(2.3.2a)
atau




........................(2.3.2b)

N t t M


0 X
R` S x H

h
B

I
Gambar 2.3.2 Perambatan gelombang seismik pada suatu lapisan miring (Telford dkk. , 1982)

Persamaan 2.3.2b merupakan persamaan hiperbola.
dimana:
 = sudut kemiringan bidang pantul
h = jarak normal terhadap bdang pemantul
x= jarak titik tembak terhadap penerima
Untuk 2h >> x , dengan ekspansi binomial diperoleh harga t yaitu:





Suku ketiga dari persamaan di atas dapat di abaikan karena nilainya sangat kecil, sehingga dapat dituliskan :
.........................(2.3.2c)
Untuk memperoleh sudut kemiringan, diambil perbedaan waktu penjalaran dua gelombang untuk dua penerima detektor berjarak sama dari titik tembak. Mislkan waktu penjalaran tersebut dan , dan harga x positif untuk "down dipdetektor" dan negatif untuk "updip detektor". Waktu penjalaran gelombang tersebut masing-masing dapat dituliskan :



.......................(2.3.2d)

2.4 Difraksi dan Gangguan Sinyal
A. Difraksi
Difraksi dapat dibedakan dari pantulan dengan melihat bentuk geometri. Amplitudo difraksi adalah maksimum pada ujung bidang pantul, dan berkurang secara cepat apabila menjauhi bidang pantul (variasi dari amplitudo biasanya teramati dalam rekaman).
Difraksi dapat dikatakan pantulan kedua, dimana waktu tunda yang terjadi dapat dilihat pada sifat kurva hiperbola dari hubungan waktu dan jarak yang diperlihatkan pada gambar 2.4
Gambar 2.4 memperlihatkan titik tembak dan posisi penerima untuk titik pantul R di sebelah kiri titik difraksi A. Kurva waktu tempuh pantulan dinyatakan oleh :







Difraksi


Pantulan


s s


A A



Gambar 2.4A Perbandingan kurva waktu tempuh antara Pantulan Utama dan pantulan- Difraksi (Telford, W.M. dkk, 1982)

…………(2.4a)
Dengan menganggap x lebih kecil dari h, kurva waktu tempuh pantulan adalah hiperbola.
Untuk kasus dimana titik tembak terletak di atas sumber difraksi A, kurva waktu tempuh dinyatakan oleh :

…………………(2.4b)
di mana :
= waktu tempuh dua arah pada x = 0
= waktu normal move out
x = titik tembak ke penerima
h = kedalaman bidang pantul
Jadi normal move out difraksi adalah dua kali lebih besar dari nrmal move out pantulan, dengan jarak offset yang sama.

B. Gangguan
Dalam penyelidikan seismik di laut ada dua hal yang dapat mengurangi mutu data, yaitu noise (gangguan). Noise ini merupakan faktor yang merusak hasil rekaman seismik karena mengakibatkan data menjadi cacat sehingga menyulitkan pada saat data tersebut akan diinterpretasi.
Menurut sumbernya di bawah ini di sebutkan beberapa kontaminasi yang disebabkan moise dari luar waktu mengadakan survei seimik di laut:


1. Gangguan ombak laut
Hal ini dapat terjadi bila pada saat melakukan survei seismik terjadi angin ribut atau badai yang menimbulkan ombak besar, yang mana hal ini akan mempengaruhi gerakan hidrophone. Dalam hal ini ada baiknya melakukan survei pada saat laut dalam keadaan tenang dan tidak ada ombak / angin supaya dapat diperoleh hasil yang diinginkan.

2. Gangguan kapal
Noise ini dapat berupa getaran-getaran, pusaran air yang ditimbulkan oleh baling-baling kapal yang dapat merambat di sepanjang kabel hidrophone. Untuk mengurangi pengaruh tersebut dapat dilakukan dengan cara mengatur jarak penerima dengan sumber ledakan terhadap badan kapal.
3. Pantulan ganda (Multiple)
pada rekaman seismik sering teramati adanya suatu pola pantulan seolah-olah menggambarkan adanya suatu lapisan di bawah lapisan utama yang ketebalannya sama dengan lapisan utama di atasnya dan kedalamannya 2 kali kedalaman lapisan utama tersebut. Akan tetapi sesungguhnya ini bukan merupakan akibat adanya suatu lapisan melainkan hal ini timbul karena pengulangan pantulan gelombang yang terlebih dahulu dipantulkan oleh lapisan di atasnya.
Dari hasil rekaman seismik di laut, munculnya gelombang pantul ganda sering terjadi. Hal ini disebabkan kontras impedansi akustik bidang batas antara air laut dengan batuan yang berada di bawahnya atau antara sedimen lunak dengan batuan yang berada di bawahnya relatif tinggi atau kedua-duanya. Jadi pantulan ganda ini tergantung pada koefisien pantulan, karena itu hanya bidang pantul yang mempunyai koefisien pantul besar yang memungkinkan terjadinya pantulan ganda.



Source receiver

Penjalaran pantulan g ganda

Bidang pantul pertama
Gambar 2.4B Bentuk kejadian pantulan ganda pada penjalaran gelombang utama ( (Sylvester,E..)


2.5 Seismik stratigrafi
Seismik stratigrafi pada dasarnya pendekatan geologi untuk interpretasi stratigrafi dari data seismik. Seismik pantul yang utama disebabkan oleh permukaan fisik batuan yang sebagian besar terdiri dari permukaan selimut atas(stratal) dan unconformity dengan kecepatan-densitas yang kontras. Mengingat semua batuan diatas permukaan strata atau unformity lebih muda dari batuan di bawahnya, hasil dari penampang seismik adalah rekaman dari lapisan khronostratigrafi (Time- Stratigraphic).
Karena seismik pantul mengikuti hubungan khronostratigrafi maka memungkinkan untuk menafsirkan deformasi struktural tempat pengendapan dan juga mengikuti tipe interpretasi stratigrafi dari geometri pola hubungan seismik pantul, yaitu :
1 Hubungan geologi-time
2 Definisi unit genetik lapisan
3. Ketebalan dan lapisan baru dari unit genetik
4. Paleobatimetri
5. Sejarah pengendapan
6. Relief dan topografi unconformity
7. Paleogeografi
Seismik stratigrafi adalah merupakan dasar pendekatan secara geologi untuk menginterpretasikan data seismik. Pada pelaksanaan interpretasi seismik stratigrafi, pengamatan/ evaluasi adalah sebagai berikut :
a. Analisis penampang horizon seismik (seismik sequence analysis)
b. Analisis fasies seimik (seismic facies analysis)
Analisis penampang horizon seismik merupakan dasar dari pengidentifikasian perubahan relatif satuan stratifrafi berdasarkan azas urutan sedimentasi serta batas atas dan batas bawah perlapisan (Sheriff, R.E.,1973)
Interval waktu pengendapan akan tergambar pada batas-batas perlapisan yang sinkron, dengan demikian akan terlihat pula perbedaan umur pengendapan dari batas sekuen dimana menjadi conformity (gambar 2.5). Urutan sedimentasi akan terekam dalam bentuk penampang horizon seismik dan pada batas-batas akhir perlapisan yang lateral akan dapat teridentifikasi adanya bentuk-bentuk “toplap”, “downlap”, “onlap” serta “truncation”. Mengenai bentuk-bentuk tadi akan diterangkan lebih lanjut.
Analisis fasies seismik merupakan suatu cara untuk menganalisa penampang seismik dari segi kontinuitasnya amplitudo pantulannya frekuensi dan interval kecepatannya. Dengan menganalisa fasies seismik, maka gambaran lingkungan pengendapan dan litolgi dapat diperkirakan.
Amplitudo, frekuensi dan kontinuitas merupakan parameter-parameter yang sangat berguna dalam menginterpretasi suatu lingkungan pengendapan. Amplitudo pantulan dapat memberikan informasi kontras impedansi akustik antar lapisan. Frekuensi, selain merupakan karakteristik pulsa berhubungan juga dengan faktor-faktr geologi. Dalam hal ini jarak antara bidang pemantul dan perubahan interval kecepatan secara lateral. Sedang kontinuitas pantulan berhubungan erat dengan kontinuitas perlapisan. (sangree, 1979, Ringgis, 1988).









Gambar 2.5a. konsep dasar sequen pengendapan

2.5.1 Batas Urutan Sedimentasi
Yang dimaksud dengan bidang batas urutan sedimentasi (bidang kontak), yaitu bidang batas antar lapisan. Bidang kontak antar lapisan dapat berubah secara tepat (tajam) maupun perlahan. Kontak antar lapisan yang berubah secara tajam ditandai dengan adanya perbedaan ukuran butir yang mencolok di sekitar bidang batas tersebut. Sedangkan kontak antar lapisan yang berubah secara perlahan atau berangsur umumnya ditandai oleh perbedaan ukuran butir yang berubah secara perlahan yaitu dari ukuran besar hingga ukuran butir kecil yang berubah secara bertahap. Untuk menarik bidang batas ini harus diperhatikan batas bidang keselarasan (conformity) maupun bidang ketidakselarasan (unconformity). Berikut ini akan dijelaskan pengertian kedua istilah di atas.

A. Conformity
Conformity (keselarasan) adalah sedimentasi yang berlangsung secara terus menerus tanpa adanya intrusi dari batuan yang berada di bawah maupun yang berada di atasnya. Umumnya pola perlapisan yang selaras tidak menunjukkan adanya hiatus(siklus geologi yang hilang).
B. Unconformity
Unconformity (ketidak selarasan ) merupakan pola perlapisan yang tidak menerus karena adanya gangguan dan hiatus.


2.5.2 Hubungan Perlapisan dan Batas Perlapisan
Apabila kita perhatikan pola perlapisan dengan batas perlapisannya, maka akan terlihat adanya beberapa korelasi. Secara umum korelasi antara pola perlapisan dan batas perlapisannya dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu “concordan” dan “discordan”.
Apabila pada permukaan perlapisan atas dan bawah dijumpai adanya hbungan pararel dengan batas perlapisannya maka korelasi yang terjadi disebut sebagai “concordan”. Pada jenis korelasi yang demikian tidak akan ditemukan adanya unconformity di sepanjang permukaan perlapisan. Di lain pihak juka ditemukan adanya tanda-tanda unconformity pada permukaan perlapisan bagian atas dan bawah, maka korelasi yang terjadi disebut sebagai discordance.
Bentuk dan tipe discordance umumnya dibagi atas:
1. “Erosional-truncation” : merupakan bagian paling atas dari suatu perlapisan yang telah mengalami pemotongan.
2. “Lap Out” : adalah bagian terluar dari suatu perlapisan yang menyebar secara lateral.
Mengenai arti dan jenis discordan dalam seismik stratigrafi antara lain:
* Base lap, yaitu lap out pada batas bawah dari suatu perlapisan sedimentasi. Ada dua jenis Base lap
1. Onlap, yaitu Base lap dari suatu perlapisan horizontal yang diendapkan pada permukaan yang miring.
2. Down lap, yaitu Base lap dari suatu perlapisan yang di endapkan pada lingkungan yang berbentuk down dip.
* Top lap, yaitu lap out pada bagian atas dari suatu lingkungan pengendapan.
Gambar 2.5b.Generalisasi stratigrafi section dari sequen pembatasan ddefinisi oleh permukaan A dan B dimana melalui secara lateral dari unconformity ke conformity unit individual strata dari 1 sampai ditandai oleh permukaan stratifikasi.
Gambar 2.5b. Generalisasi khronostratigrafi section dari sequen. Hubungan stratigrafik ditunjukan A yang diplot dalam kronostratigrafi( Geologic-time adalah ordinatnya), jarak Geologic-Time dari sequen diantara permukaan A dan B bervariasi dari tempat ke tempat.

2.5.3. Interpretasi stratigrafi dari refleksi seismik dalam sequen pengendapan
Terminasi refleskasi seismik dan konfiurasinya diinterpretasikan sebagai pola stratifikasi dan digunakan untuka pengendapan dan penghubungan sequen pengendapan.
Analisa sequen seisnik membagi lagi seismic membagi lagi seismic section kedalam bagian refleksi concordan, dimana dipisahkan oleh permukaan discontinuitas didefinisikan oleh sistimatik terminasi refleksi.
Bagian refleksi concordan (sequen seimik) diinterpretasika sebagai sequen dihubungkan terhadap strata dan dibatasi pada Top dan base oleh unconformity atau conformity korelatif. Terminasi refleksi diinterpretasikan sebagai strata terminasi termasuk Erosional Truncation, Toplap, Onlap dan Downlap.
Analisa facies seismik menginterpretasikan Setting Enviromental dan Litofacies dari data seismik.
Facies seismik unit dikelompokan kedalam refleksi seismik yang parameternya (configurasi, amplitudo, continuitas, frekuensi dan interval kecepatan) berbeda dari kelompok yang berdekatan.
Setelah unit facies seismik diketahui, maka menginterpretasikan adanya stratifikasi, litologik dan pengendapan.
Kelompok utama dari interpretasi termasuk pararel, subpararel, divergen, Prograding, Chaotic dan pola bebas refleksi.
Konfigurasi Prograding terbagi lagi menjadi Sigmoid, Oblique, Complek Sigmoid-oblique, Shingled dan konfigurasi Hummocky Clinoform.
Bentuk external dari unit facies seismik adalah Sheet, Sheet drape, Wedge, Bank, Lens, Mound dan bentuk Fill.
Unit facies seismik diinterpretasikan dengan maksud agar mengetahui pengendapan baru, energi dari endapan dan potensial litologik.







2.5.4 Sequen seismik didefinisikan oleh terminasi refleksi


Sequen seismik adalah sequen pengendapan yang diindetifikasi dari seismik section. Terminasi refleksi adalah kriteria yang prinsip untuk mengetahui batas sequen seismik Tipe terminasi refleksi didasarkan pada tipe terminasi strata (gambar 2.5.4a)





Gambar 2.5.4a Terminasi refleksi seismik stratigrafik










Tabel 1 Interpretasi geologi dari parameter facies seismik
2.5.5. Tipe pola konfigurasi seismik
Beberapa pola konfigurasi refleksi daripada tabel 1 dan secara diagram diilustrasikan pada gambar 2.5.5a










Gambar 2.5.5a Konfigurasi refleksi seismik Parallel, Subparallel dan Divergen

Deskripsi dan interpretasi dari konfigurasi refleksi dari pola yang mudah dan dilanjutkan ke yang lebih kompleks.
Parallel dan Subpallel. Terbagi menjadi even atau wavy yang merupakan bagian yang lebih jelas pada diagram
Divergen menyarankan variasi lateral dalam rata-rata pengendapan atau kemiringan yang progresif dari permukaan pengendapan
Konfigurasi refleksi progading. Sebagai strata dimana pengendapan signifikan dibagi Sigmoid, oblique, complex, Shingled dan Hummocky clinoform.







Gambar 2.5.5b- Pola refleksi seismik diinterpretasi sebagai Prograding Clinoforms

Permukaan Hummocky Clinoform adalah bentuk permukaan yang paling banyak untuk pengendapan.
Perbedaan hasil dalam pola Prograding Clinoforms dalam jumlah besar dari variasi rata-rata pengendapan sampai kedalaman air.
Pola bagian yang lebih atas diendapkan di perairan dangkal dan bagian yang lebih bawah dengan hati-hati miring di perairan lebih dalam.
Konfigurasi Sigmoid adalah pola prograding Clinoform terbentuk oleh Sigmoid Superposed (Bentuk S).
Konfigurasi Oblique diinterpretasi sebagai pola Prograding Clinoform ang terdiri dari Toplap didekat permukaan lebih atas dan Downlap di permukaan bagian bawah dari unsur facies.
Konfigurasi Complex Sigmoid-Oblique adalah pola Prograding Clinoform yang terdiri dari kombinasi alternatif variasi Sigmoid Clinoform dan oblique dengan Unit Facies Seismik tunggal.
Konfigurasi Shingled adalah pola Prograding Seismik yang tipis, umumnya batas atas dan bawah merupakan Parallel.
Konfigurai Hummocky Clinoform terdiri dari Segmen Diskontinu refleksi Subparallel yang membentuk pola Hummocky acak yang ditandai oleh terminasi refleksi nonsistematik dan Split (retak).









Gambar 2.5.5c Diagram Chaotic dan bebas refleksi
Konfigurasi refleksi Chaotic (Gambar 2.5.5c) adalah Pola Chaotic yang diskontinu, refleksi Discordan siinterpretasi sebagai strata terhadap dalam jumlah bervariasi dengan energi tinggi.
Area bebas refleksi adalah homogen, nonstratified Contorted secara tinggi
Term modifikasi merupakan variasi minor dalam pola dasar konfigurasi refleksi yang dijelaskan dengan secara umum. Tertera pada tabel 1 dan gambar diilustrasikan pada gambar 2.5.5d








Gambar 2.5.5d Beberapa konfigurasi refleksi modifikasi
2.5.6. Tipe bentuk external dari unit facies seismik
Pengertian bentuk external tiga dimensi dan areal kelompok facies seismik adalah unit analisis yang sangat penting.
Tabel 1 dan gambar 2.5.6 menunjukan bentuk external seperti Mounds dan Fills.
Sheet, wedges dan Bank merupakan bentuk yaang besar dan unit facies seismik yang paling umum.
Variasi Parallel, divergen dan pola Prograding menghiasi konfigurasi refleksi internal unit ini.
Mound adalah konfigurasi refleksi yag diinterpretasi sebagai bentuk elevasi strata, kebanyakan Mound terbentuk Mound secara topografi oleh proses elastic atau endapan vulkanik atau juga pertumbuhan organik.

2.5.7 Pertimbangan Resolusi Spasial
Gelombang seismik sering digambarkan sebagai analogi cahaya pensil tipis dimana emnjalar dari sumber ke reflekstor seoanjang garis sinar dan berkelakukan segi ini, sangat realistik untuk mempertimbangkan wavefront (gelombang muka), lokasi gangguan hasil sumber. Wavefront mempunyai realistis secara fisik dan bergerak dengan waktu.
Detector yang dikubur seluruhnya di bumi bertindak sebagai jalan wavefront. Setelah Wavefront mencapai pantulan interface, sebagian akan direfleksikan Dimana gelombang seismik secara umum terdiri dari mendekati 1,5 putaran, gangguan akan diteruskan ke bagian belakang wavefront.
Mempertimbangkan gambar 2.5.7a dimana menunjukkan bagian ¼ panjang gelombang dibelakang wavefront, menyinggung reflektor.


















Gambar 2.5.7a First Frsnel Zone untuk
a. Gelombang Spherical dipantulkan dari interface
b. Menunjukkan berapa besar Fresnel Zone tergantung pada frekuensi.

Porsi reflektor diantara titik kontak dengan wavefront adalah area dimana diproduksi efektifitas refleksi yang diebut juga First Fresnel Zone
Energi dari sekeliling First Fresnel Zone akan mencapai detector di lokasi sumber ½ panjang gelombang lebih lambat dari energi terrefleksi pertama, mengikuti dari two way travel time. Semua energi terefleksi zone akan tiba dengan ½ panjang gelombang dan oleh karena itu bercampur secara konstruktif.
Karena panjang gelombang tergantung pada frekuensi, dimensi Fresnel Zone tergantung pada frekuensi (Gambar 2.5.7b).
Karena perbedaan porsi reflekstor sangat efektif untuk komponen frekuensi yang berbeda dimana bersama-sama menghiasi bentuk gelombang seismik. Sebagai contoh, untuk interface terefleksi pada kedalaman 1000 m dan kecepatan rata-rata 2000 m/sec, First Fresnel Zone mempunyai radius 130m untuk komponen 60 Hz dan 183m untuk komponen 30 Hz. Besar dari Fresnel zone juga bergantung pada jarak dari titik penelitian dan lekukan wavefront.
Untuk refleksi lebih dalam, katakanlah 4000 m dengan kecepatan rata-rata 3500 m/sec, First Fresnel Zone mempunyai radius 375 m untuk komponen 50 Hz dan 594 m untuk komponen 20 Hz.
Ketetapan kekuatan Spatial memburuk dengan kedalaman, keutamaan bagian yang lebih dalam menghasilkan efek yang sama sebagai tempat dangkal yang lebih kecil.
Jika reflektor tidak regular, komponen frekuensi yang berbeda direfleksikan dalam proporsi yang berbeda, mempertimbangkan tepi batu dan bagaimana Fresnel Zone terpengaruh bagaimana tepi batu terdekati. Dimana titik penelitian terpencil dari tepi (gambar 2.5.7b)







Gambar 2.5.7b Penjelasan Fresnel zone untuk perubahan hasil waveshave di tepi

Gambar .2.5.7b area frsnel zone untuk komponen frekuensi rendah dan tinggi mempunyai kepastian normal rasio.
Setelah tepi terdekati (Gambar 2.5.7b gambar c), zona frekuensi rendah ‘Sees’ tepian sebelum zona frekuensi tinggi dan sejak porsi yang lebih kecil dari energi frekuensi rendah terefleksi, perubahan spektrum frekuensi dan waveshave (gelembung tajam tercukur).
Dari titik tepat melebihi tepi (gambar 2.5.7b gambar d), fresnel zone untuk komponen frekuensi rendah dan tinggi masing-masing mempunyai setengah areanya ketika terpencil dari tepi dan refleksi wavelet terdiri dari setengah energi tetapi dengan waveshave yang sama. Setelah refleksi ( masa sekarang disebut difraksi) diobservasi dari melebihi tepian (gambar 2.5.7b gambar d), area zona frekuensi tinggi berkuang relatif terhadap zona frekuensi rendah dan karena itu waveshave berubah. Efek jaringan dari tepi terlihat melewati region lebih baik daripda hanya ekploitasi secara langsung.
Cara lain untuk memeprtimbangkan resolusi Spasial adalah dari sefi diofraksi. Difraksi menghadirkan efek titik di subsurface dimana 2 titik terpisahkan oleh diameter Fresnel zone dan dimana Noise rendah, 2 titik terlihat lebih baik daripada hanya satu atau karena masalah ditetapkan. Tentunya ada even indikasi dimana titik lebih dekat , yaitu pengaruh sensitivity ke interfensi bisa ditetapkan titikm yang lebih dekat ini, sehingga ada bebrapa aspek subjektif ke definisi resolusi horisontal juga kepada resolusi vertikal.
Fresnel zone adalah tanggung jawab bagian reflektor untuk even refleksi terlihat di ttik. Refleksi jalan sinar (Ray Path) dari sumber ke detektor yang berbeda kurang lebih ½ panjang gelombang dapat berinterferensi secara konstruktif; bagian reflektor dimana mereka bisa terefleksi merupakan Fresnel zone.

2.6 Analisa data Seismik Resolusi Tinggi
Analisis data seismik resolusi tinggi bisa menyediakan detail secara umum kehadiran penembakan seimik dalam. Detail yang lebih besar menyediakan arti untuk pemetaan struktur dangkal, kontur akumulasi hidrokarbon dan rembesan.
Akurasi pemetaan dangkal juga menawarkan arti untuk memilih daerah pengeboran dari data yang disediakan untuk pengeboran potensial da peta bahaya resiko konstruksi dan menolong insinyur merencanakan untuk tugas dengan menyediakan informasi geoteknikal untuk desain fondasi.
(High resolusi) Geofisika harus lebih dihubungkan sebaiknya, akustik resolusi tinggi atau disebut juga sistem Continuous Acoustik Profiling dapat menganalisa dengan menggunakan alat Sound generating, receivers suara dan rekaman grafik dimana mendefinisikan kedalaman air dan juga tampilan (cross- sectional) kedalaman bawah air dan litologi subsurface. Umumnya, lebih dari satu alat akustik digunakan secara simultan untuk data yang berbeda dengan studi kasus yang berbeda. Sistem ini adalah secara tipikal berhubungan dengan multisensor Acoustic system.
Sistem akustik yang berbeda menyediakan data yang berbeda. Sistem kedalaman air mendefinisikan bubble Cluster, flora laut dan akumulasi ikan: side scan sonar sementara alat Acoustic Subbottom Profiles penampangan subbottom Profiles penampangan subttom menetrasi dasar laut untuk menyediakan data Subsurface, Tentunya Filtering dan Stacking meningkatkan resolusi pada beberapa sistem akustik ketika alat tersebut meningkatkan resolusi pada penembakan seismik dalam.
Biasanya eksplorasi sumber dan ppengembangan dipusatjkan di dunia offshore lembah sungai (Baasin) geologi. Di darat, program sistematik eksplorasi biasanya dengan pemetaan geologi surface dan sampling (contoh).
Hal ini dikerjakan untuk tidak komplikasi dengan lembah sungai geologi dan kualitas area lebih profektif untuk penyelidikan lebih detail.
Kondisi geologi surface di daratan biasanya dapat dibservasi lebih mudah dan langsung. Geologi lebih dalam biasanya tidak praktis, Geofisika tidak jelas dan metoda sampling dasar laut adalah paling praktis untuk mendata sehingga hasil lebih mudah pada onshore dengan bagian Geologic Field. Demikian juga alat Geoffisika resolusi tinggi yang sesuai mempunyai pengembangan untuk menguji tidak hanya kopndisi permukaan dasar laut juga kolom lapisan atas air dan geologi Sub bottom dangkal.
Ketika informasi sampling dasar laut, sampling kolom air dan lubang inti dangkal dikombinasikan dengan data resolusi tinggi, Informasi ini memperhatikan stratigrafic, struktur dan Geochemistry. Area Yang bersangkutan dapat dipastikan. Di beberapa tempat akumulasi hidrokarbon terungkap dan informasi akurat kondisi keklhawatiran fondasi dan potensial resiko pengeboran dan produksi fasilitas dipenuhi.Studi kasus ini mendemonstrasikan studi lebih luas eksplorasi dan aplikasi engineering dari data geofisika resolusi tinggi, dengan nyata. Studi geofisika resolusi tinggi hanya sebagian dari eksporasi besar-besaran dan perintis program engineering ke lokasi dan prodduksi hidrokarbon, tetapi harus menegaskan behwa studi-studi tersebut tidak hanya penting untuk pemetaan geologik surface dan lokasi penyelidikan engineering di darat.
Deskripsi dan kegunaan sistem resolusi tinggi Bentuk Geofisika resolusi tinggi mendekati ke penggunaan alat Sound-generating, receiver suara dan rekaman grafik dimana mendifinisikan kedalaman air dan menyediakan tampilan (Cross-sectional) dari sedimen dan lapisan batuan dibawah permurkaan laut.
Pendekatan yang lebih untuk High –resolution Acoustic akustik resolusi tinggi atau continous Acousticc Profiling. Biasanya lebih dari satu alat akustik digunakan secara simultan dalam program particular menggunakan respon frekuensi yang berbeda untuk mendapatkan gambar particular menggunakan respon frekuensi yang berbeda untuk mendapatkan gambar yang lebih komplit dari permukaan air ke kedalaman beberapa ratus meter dibawah permukaan dasar laut. Secara tipikal sistem meter dengan kombinasi alat- alat akustik mendekati yang disebut multisensor Acoustic system.
Tabel 1 meringkaskan sistem akustuik dimana umumnya frekusnsi tinggi, alat energi rendah yang prrimari kegunaannya lebih baik dari penetrasi. Semua sistem akustik seismik terlampir pada tabel 1 dioperasikan dengan prinsip insiden transimisi energi seismik pada interface akustik yang terefleksian sebagian dari interface ini. Akustik interface di interface manapun melintasi dimana ada kontras dalam properti akustik. Kontras addalah tergantung pada akustik impedansi material (fungsi properti densitas dan elastik) di setiap sisi interface. Umumnya interface akustik ini terlihat ditampilkan pada subbottom profiles ke respon ke interface fisik seperti kemiringan, Unconformity, patahan, Top Hard rocck, batas zona gas, permukaan gas bules di kolom air dan yang lainnya. Identifikasi langsung sedimen atau material batuan biasanya tidak bisa di dasarkan pada refleksi subbottom profiles saja, tetapi bright spot (Pembalikan fase pulsa amplitudo tinggi) ditampilkan pada profile dan mungkin mengindikasi zona gas atau minyak.
Dengan Depth Sounder resolusi tinggi dan Side Scan System, secara virtual semua transmisi energi direfleksikan dari singkle akustik interface bawah laut. Akan tetapi untuk sistem frekuensi rendah, transmisi energi dimana penetrasi sebagian seubbottom, beberapa interface umumnya terdeteksi. Krena itu, bagian terseebut dari energi dimana penjalaran penetrasi dasar laut ke bawah (Downward) Pada interface selanjutnya dimana proses refleksi diulangi. Disetiap interface, kebanyakan selanjutnya dihasilkan lagi oleh kebanyakan yang tereflkeksi. Reflektifitas interface tergantung pada kontras akustik impedansi diantara 2 material, hingga, batas antara Sandstone padat dengan impedansi kecil dengan berlaku sebagai reflektor kuat. Limit dari penetrasi terjangkau ketika energi sisa yang tidak terdeteksi. Limit yang sebenarnya , tentu bervariasi dan tergantung sebagian dari jumlah dari reflekstifitas dari akustik interface yang terlibat.
Interface ditampilkan secara grafik, berdasarkan waktu memerlukan energi sisa yang tidak terdeteksi. Limit yang sebenarnya, tentu bervariasi dan tergantung sebagian dari jumlah dari reflektifitas dari akustik interface yang terlibat.
Interface ditampilkan secara grafik, berdasarkan waktu memerlukan energi yang ditransmisikan untuk penjalaran dari sumber ke setiap interface dan kembali ke receiver. Sekali-kali kecepatan suara dalam materal (kecepatan interval_) diketahui, kedalaman setiap interface dapat diketahui. Bagaimanapun juga, dalam praktek, kecepatan gelombang seismik kompleks dan tergantung pada properti akustik material-material. Tetapi umumnya berkembang sebagai densitas yang berkembang. Untuk kasus ini, skala kedalaman dalam profile tidak bisa dipertimbangkan selinear mungkin dan kareana data velocity atauBorehole terpenuhi untuk keakuratan kalibrasi. Pendekatan sedekat-0dekatnya dari kedalaman Subbottom dangkal bisa dibuat dengan mengasumsikan kecepatan determinasi sebelumnya untuk material yang sama.
Semua sistem akustik, keecuali Side Sonar System di desain untuk menyediakan data dari di bawah setiap transducer atau susunan transducer; tidak ada data yang diterima atau sisi yang lain dari garis profile, kecuali jarang ssisi refleksi yang palsu (sisi pukulan). Untuk kontrasnya, sistem Side scan Sonar menyediakan data dari beberpa puluh atau tarusan meter di kedua sisi garis kapal.

Water –Depth System
Umumnya sistem Depth –Sounder yang digunakan terdiri dari Power suplly transducer transreceiver yang secara bergantian suara transmit-transmit dan receiver dan rekaman grafik. Depth Sounder Transducer biasanya diinstal dalam Hull Vessel, Mudship dan 2 sampai 3 m di bawah garis air.
Transdducer mengkonversi energi listrik ke energi suara dan energi suara ditransmisikan Downward ke dasar laut. Ketika energi ini menyentuh Seafloor (atau berbagai objek yang mempunyai properties akustik berbeda dari air), sebagian direfleksikan balik ke transducer (transceiver) sebagai echo. Energi suara yang dikonversikan ke energi listrik kemudian direkam dalam rekaman grafik. Mengasumsikan bahwa kecepatan suara dalam air mendekati konstan, jumlah waktu yang melewati pulsa transmisi dan peneriamaan echo adalah peralatan jarak penjalaran. Menyelami harga setengah konversi jarak penjalaran, ke kedalaman.


Sistem Side –Scan Sonar
Sistem Side-scan Sonar menyediakan rekaman grafik yang menunjukan 2 dimensi (peta). Gelembung gas dengan kolom air yang terscan didetekasi akan ditampilkan. Rekaman ini mirip analogis ke aerial poto oblique rendah.

Sistem Tuned transducer
Satu dari kebanyakan sistem transducer yang digunakan adalah 7- Khz dan rekaman grafik. Tranducer bisa digandengkan dua-duanya di belakang survey Vessel dalam perumahan yang dipipakan atau sepanjang digunungkan Hull Vessel.
Sistem Subbottom Profiling Elektromekanik
Sistem akustik elektromekanik Profiling terdiri dari dari Power supply, Trigger bank, sepakat elektromekanik shipboiard, filter, rekaman grafik dan susunan transducer yang digandengkan dengan pengeringan hidrophone yang digandengkan sistem ini di sebut Acoustipulse dimana saluran tunggal Single channel, resolusi tinggi high resolution, sistem refleksi seismik laut. Dikembangkan untuk menyediakan baik High resolution, sistem refleksi seismik laut. Dikembangkan untuk menyediakan baik High resolution dan penetrasian sampai 100 m dalam area yang dikonsentrasikan oleh sediment dan strata soft-rock. Tipikal penetration sub bottom sampai 70 sampai 100 m. Penetration subottom sampai 70 sampai 100 m. Penetrasi sampai 150 m bisa di bawah kondisi akustik ideal (umumnya profile material halus) tetapi sangat terbatas pada batuan keras (hard rock) dan sedimen padat. Resolusi vertikal berjarak dari 0,3 sampai 1.0 m tetapi secara tipikal sampai 0,5 m Acoustipulse , Prolise juga bisa digunakan untuk mendeterminasi kedalaman air dalam area kedalaman air dari 10 sampai 500 m
Sumber Acoustipulse membuat fase minimum, wavefoem frekuensi tinggi dengan sejumlah sumber reverberasi dan tidak ada pulsa buble. Frekuesi pulsa output adalah Broadbrand berjarak 200 Hz sampai 10 KHz. Waveform Acoustipulse diproduksi oleh Discharging yang disimpan energi listrik ke Potted Wire Coil. Eddy current mengeset up dalam Coil repel pengisian plat alumunium. Sebagian Vaccum dibuat plat Flexed (dilenturkan) yang kembali plat ke posisi yang asli. Gerakan kembali pengkabutan oleh penghapus diafragma. Dengan cara demikian peminimalan sumber dikenadilakan oleh capacitive-discharge Power supply yang mampu memproduksi sampai 1000 joule pertransducer.Sumber yang normal terdiri dari tiga transducer elektromekanik, dimana secara bersamanaan setiap ½ detik. Energi keluaran setiap transducer variatif, semua yang digunungkan sepanjang 2,5 mCatamaran dan digandengkan sedekat air 30 m dibelakang penyelidikan Vessel. Signal yang terefleksikan diterima oleh 10 elemen linear susunan hidrophone dimana digandengkan di dekat permukaan air dan penyinaran sumber transdducer. Sinyal dari luar menaikkan jarak frekuensi yang dipindahkan oelh filtering frekuensi. Data seismik ditampilkan scara grafik pada rekaman ¼ detik. Vertikal exaggeration profile Subbotom secara tipikal 10 sampai 20 kali. Sinyal juga bisa direkam pada tape rekorder untuk Playback laboratorium.
Seperti pada gambar 6, baik struktural dan stratigrafi feature, seperti akumulasi hiddrokarbon dangkal. Bisa diidentifikasi. Material alamiah juga bisa diduga dari properti akustiknya.

Sistem sparker
Sistem sparkerr digunakan terutama untuk mendata dari kedalaman intermediete (100 sampai 1000 m) dan kemudian mengisi gap diantara penetrasi dangkal sistem Acoustipulse dan multichannel Common Depth Point (CDP) desain sistem seismik untuk penetrasi yang lebih dalam. Vertikal resolusi dapat dicapai sampai 7m.

Pemetaan Isopach unit stratigrafi dangkal
Peta Isopach unit starigrafi hadir pada dasar laut ( dan kedalaman beberapa ratus meter) yang secara mudah dikonstruksi dari data akustik resolusi tinggi dan mempunyai beberapa aplikasi explorasi :
1. Menyediakan kontrol stratigrafi yang akurat untuk evaluasi secara poternsial untuk persediaan prospective petrleum dan sumber miring dengan area danau yang diminati.
2. Menyediakan informasi penting untuk pertolongan presentasi sejarah geologi area dan interminasi naik tidak ada sejarah tektonik yang kondusif untuk penjebakkkan hidrobarbon komersial atau terpengaruh oleh sejarah deposional
3. Menyediakan program velocity untuk menolong konversi interpretasi seismik dalam dari time-to-depth akan ketebalan yang bervariasi unit stratigrafi interval kecepatan yang jelas.

Pemetaan struktural dangkal
Pemetaan struktural subsurface dangkal menggunakan data resolusi tinggi sangat penting untuk program eksplorasi untuk beberapa alasan
1. Untuk menolong mendefinisikan sejarah struktural dan style
2. Untuk dapat proyeksi kontrol sampling dari Outcrop area ke dalam hasil; survey seismik dalam
3. Untuk menggambarkan anomali struktural dangkal untuk penyelidikan lebih detail keakuratan dan luasnya dimana pemetaan
Bisa dikonduksikan menggunakan data resolusi tinggi tidak bisa dinyatakan. banyak

skripsi bab I

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Permasalahan
Dewasa ini eksplorasi sumber energi khususnya minyak bumi dan gas berkembang sangat pesat sejalan dengan pemenuhan kebutuhan hidup manusia yang semakin mendesak. Perusahaan-perusahaan industri dalam ekplorasi berlomba-lomba menemukan metoda baru untuk memperkirakan lokasi reservoir baru yang memadai. Dengan semakin habisnya persediaan minyak bumi dan semakin sulitnya mencari lokasi baru dari reservoir, pengganti sumber energi baru seperti gas memerlukan penanganan khusus sehingga bisa digunakan manusia pada dekade mendatang. Dengan perkembangan teknologi, gas dapat dimanfaatkan sebagai sumberdaya energi alternatif yang sangat potensial. Eksplorasi gas yang telah dilakukan selama ini, pada umumnya bertujuan untuk jebakan gas hidrokarbon pada lapisan yang dalam bertemperatur tinggi.
Disamping gas hidrokarbon, jenis gas lain yang potensial digunakan sebagai sumber energi adalah gas biogenik. Gas biogenik terbentuk akibat proses biogenisasi yang terjadi pada temperatur rendah dan permukaan dangkal, sehingga disebut juga gas dangkal. Gagasan pemanfaatan gas dangkal ini, bermula dari temuan gas tersebut di muara sungai Yangtse, Cina, yang telah berhasil digunakan untuk gasifikasi suatu desa pesisir (Qilun, 1995). Di Cina, gas dangkal tersebut (20 – 50 meter bawah dasar laut) telah dieksploitasi dan disalurkan untuk masyarakat setempat dan industri-industri kecil di pedesaan. Produksi gas dangkal ini pada satu sumur dapat mencapai 5000 m per hari dan bahkan sebuah sumur dengan tingkat produksi 3000 m per hari telah dimanfaatkan selama tiga tahun berturut-turut tanpa habis-habisnya. Diharapkan, dengan mengacu pada Cina ini, Indonesia akan dapat juga memanfaatkan potensi gas biogenik yang tersebar pada laut dangkal dekat muara-muara sungai besar di seluruh perairan Indonesia.
Salah satu perairan di Indonesia yang sedimen dasar lautnya diduga mengandung gas biogenik, adalah Perairan Pasuruan Jawa Timur (Ilahude.D, 1999). Hal ini antara lain diindikasikan oleh terjadinya tekanan gas keatas (Blow out) yang mengakibatkan terlemparnya tiang pancang bagan ketika nelayan sedang membuat bagan di bagian barat daerah penelitian, yaitu di daerah dangkal sekitar muara Kali Porong. Berdasarkan informasi ini diduga bahwa sebaran gas yang sebenarnya adalah lebih luas daripada yang telah dipetakan. Daerah dangkal seperti di muara Kali Porong dan juga kawasan lainnya menunjukan kecenderungan pola sebaran yang menerus ke arah pantai.
Survey seismik pantul dangkal saluran tunggal dapat mengungkapkan keadaan bawah permukaan dasar laut dengan hasilnya yang akurat untuk eksplorasi gas biogenik, yakni memberikan informasi mengenai struktur geometri bawah permukaan dasar laut.
Kegiatan eksplorasi seismik secara umum dapat dikelompokan menjadi tiga tahapan utama yaitu:
1. Pengumpulan data (Data Acquisition)
2. Pengolahan data (Data Processing
3. Interpretasi data (Interpretation)
Indikasi adanya potensi gas biogenik dapat diperjelas dari interpretasi seismik pantul dangkal seperti yang dijumpai di perairan Pasuruan Jawa Timur (Gambar 1) karena dengan interpretasi ini akan diperoleh gambaran yang lebih rinci mengenai keadaan sebenarnya dari akumulasi gas bawah permukaan yang lebih dikenal dengan gas charge sediment.

I.2 Identifikasi Masalah
Survey untuk mengungkapkan keadaan bawah permukaan dasar laut untuk eksplorasi gas biogenik ini memakai metoda seismik pantul dangkal karena hasil rekaman seismik lebih teliti daripada metoda lainnya. Pada hasil rekaman seismik tersebut terdapat rekaman gas sehingga memerlukan interpretasi dan analisis. Lebih lanjut untuk pengolahan data ketebalan sedimen dari rekaman seismik ini perlu adanya korelasi data lubang bor. Untuk itu sesuai dengan judul yang dipilih pada skripsi ini, yaitu “Penafsiran Gas biogenik dengan Metoda Seismik Pantul Dangkal Saluran Tunggal di Perairan Pasuruan Jawa Timur” penulis mengarahkan pada permasalahan yang akan dibahas, penulis hanya meneliti hasil rekaman penampang seismik, analisis penampang lubang bor dan peta untuk melokalisasikan gas biogenik yang terdapat di kawasan pantai utara Pasuruan dan sekitarnya. Masalah yang akan dibahas pada tulisan ini adalah menentukan sebaran gas biogenik, di sepanjang lintasan seismik penelitian yang dilengkapi dengan pemboran dalam (mencapai sekitar 20 meter dengan bor mesin).


I.3 Maksud dan Tujuan
Maksud dari penulisan skripsi ini adalah untuk menafsirkan struktur bawah permukaan dasar laut dengan menggunakan metoda seismik pantul dangkal saluran tunggal. Dari hasil penelitian ini akan diperoleh peta dasar sebaran gas biogenik daerah perairan Pasuruan dan sekitarnya. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Melokalisasi gas biogenik yang terdapat di kawasan pantai utara Pasuruan dan sekitarnya.
2. Menginterpretasikan tatanan geologi bawah dasar laut berdasarkan penampang seismik dan data bor lepas pantai
.

I.4 Lokasi dan Waktu Penelitian
Waktu Pelaksanaan penelitian yang dilakukan penulis adalah bulan Oktober sampai Desember tahun 2001 dan bertempat di Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan Jl Junjunan 236 Bandung dengan data hasil penelitian pada tahun 1998 di Perairan Pasuruan Jawa Timur.
Daerah penelitian gas biogenik ini terletak di perairan Pasuruan pada koordinat lokasi LS dan BT, dengan panjang garis pantai kurang lebih 50 kilometer (lihat gambar 1). Dari data batimetri Dishidros TNI-AL, kedalaman perairan di kawasan penelitian berkisar antara 1 hingga 24 meter. Dalam penelitian ini peta pembanding yang digunakan yaitu peta batimetri yang dipublikasikan oleh TNI-AL dan peta geologi lembar Pasuruan dengan sekala 1 : 50.000.
Penafsiran potensi gas biogenik di Perairan Pasuruan Jawa Timur ini berdasarkan pertimbangan bahwa kelengkapan data, terutama seismik pantul dangkal saluran tunggal cukup memadai. Data ini juga dilengkapi dengan pemboran baik dangkal maupun dalam.


I.5 Sistimatika penulisan
Penulisan skripsi ini menggunakan data yang telah dilakukan oleh Puslitbang Geologi Kelautan di daerah Pasuruan Jatim. Untuk itu penulis hanya melihat berdasarkan hasil rekaman seismik pantul yang telah ada dan menginterpretasikan data hasil rekaman seismik pantul tersebut sesuai dengan studi pustaka. Berdasarkan diskusi dengan pembimbing dari PPGL dan untuk mempermudah dalam pembahasan maka tulisan ini dibagi dalam beberapa bab yang mengikuti sistimatika penulisan sebagai berikut BAB I : membahas tentang pendahuluan seperti latar belakang, BAB II : membahas mengenai teori seismik, BAB III : membahas tentang metoda seismik pantul dangkal saluran tunggal, metoda pemeruman, metoda pengambilan sampel sedimen,dan hasilnya BAB IV : Pengolahan data ,interpretasi dan pembahasan, BAB V : Kesimpulan dan saran.